jpnn.com - JAKARTA - Anggota Tim Pengawas (Timwas) Kasus Bank Century DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Hendrawan Supratikno menilai sikap Partai Amanat Nasional (PAN) yang mengancam akan memotori penggunaan hak menyatakan pendapat (HMP) untuk memakzulkan Wakil Presiden Boediono hanya akan menimbulkan kegaduhan politik. Alasannya, ide untuk memakzulkan Boediono dengan kasus Century menjelang pemilu bukanlah momen yang tepat.
Menurut Hendrawan, harusnya pemakzulan atas Boediono sudah dilakukan 3 Maret 2010 lalu, atau ketika paripurna DPR memutuskan opsi tentang kasus Bank Century. "Kalau sekarang PAN muncul dengan menggulirkan isu HMP ketika Boediono tidak memenuhi undangan ketiga, itu akan menimbulkan kegaduhan. Momentumnya kurang tepat sekarang," kata Hendrawan menjawab JPNN.com, Jumat (28/2).
BACA JUGA: Diajak Berargumen Soal Revisi KUHP, Ini Tanggapan KPK
Hendrawan pun menilai sangat logis bila ada pihak beranggapan upaya PAN mencuatkan isu pemakzulan Boediono ditunggangi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membersihkan diri dari kasus Century. Namun, Hendrawan berharap semua pihak tidak memancing kegaduhan jelang Pemilu Legislatif (Pileg) nanti.
"Tentu saja konstruksi pemikirkan seperti itu logis. Tetapi kami menilai jelang pemilu semua pihak harus mengurangi dosis kegaduhan politik yang mungkin ditimbulkan setiap pelaku politik. Suhunya kita buat stabil dulu lah," pintanya.
BACA JUGA: KPK Sita Mobil di Rumah Ketua Pembina Nasdem Serang
Hendrawan justru menduga sikap PAN itu hanya isyarat agar Boediono mematuhi Undang-undang dengan memenuhi undangan Timwas Century.
Guru besar ilmu ekonomi di Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga itu justru menyodorkan opsi yang ditawarkan PDIP terkait posisi Boediono. Pertama, tetap melayangkan undangan ketiga sekaligus dengan permintaan kepada polisi untuk mendampingi kedatangan Boediono.
BACA JUGA: Di KPK Hindari Wartawan, Aher Salah Jalan
Kedua adalah mengirim panggilan ketiga disertai petugas Pengamanan Dalam (Pamdal) DPR RI untuk menjemput Boediono. Ketiga, mengirim undangan ketiga tapi undangan itu tanggal dan waktunya setelah 20 Oktober, saat Boediono tidak lagi menjabat Wakil Presiden RI.
"Sehingga saat itu dia tidak lagi terikat dengan jabatan sebagai wapres. Kan 20 Oktober 2014 terakhir menjabat. Kan Boediono mengatakan jabatan wapres terikat aturan protokoler yang ketat," katanya.
Atau bisa juga opsi keempat, yakni menggelar pertemuan dengan Boediono di tempat netral dalam format silaturahmi kebangsaan, tidak di Istana tidak juga di Gedung DPR RI. “Sehingga marwah DPR terjaga dan Boediono tidak merasa diadili. Sebab, pertemuan yang dinginkan Timwas hanya forum klarifikatif, bukan investigatif,” pungkasnya.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Rano Karno Wakili Atut ke KPK
Redaktur : Tim Redaksi