jpnn.com - JAKARTA -- Ketua Bidang Hukum DPP PDI Perjuangan Trimedya Panjaitan tampak terlihat murung saat melangkah keluar dari ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK), Senin petang, (29/9). Pasalnya gugatan judicial review Undang-Undang MD3 yang diajukan partainya baru saja ditolak oleh MK.
Trimedya mengaku kecewa karena putusan MK terkesan terburu-buru. "Terus terang kami menyatakan kekecewaan kami sebagaimana saya sampaikan sejak 3 hari yang lalu. Seharusnya hakim MK, mendengar dulu saksi ahli kami. Tidak perlu dilakukan putusan yang terburu-buru seperti ini," ujar Trimedya di depan ruang sidang MK.
BACA JUGA: PDIP Duga SBY Dibohongi Fraksi Demokrat
Seharusnya, kata dia, hari ini MK belum memutuskan perkara itu. Melainkan melaksanakan sidang putusan sela untuk mendengar keterangan saksi ahli yang akan dihadirkan PDI Perjuangan.
Namun, permintaan partainya sambung Trimedya, tak diindahkan oleh MK. "Putusan sela itu hakim mendengarkan ahli-ahli kami, dan alat bukti lain kami ajukan, baru dilakukan putusan. Meski kita juga sepakat bahwa putusan itu harus dilakukan sebelum pelantikan presiden terpilih," lanjut Trimedya.
BACA JUGA: Gugatan UU MD3 Ditolak, PDIP Kalah di MK
Dalam situasi tersebut, Trimedya pun menduga ada kepentingan tertentu yang meenginginkan bahwa perkara itu harus segera diputus. Namun, ia enggan merinci lebih lanjut dugaan tersebut.
MK menolak seluruhnya permohonan dari gugatan PDI Perjuangan di perkara nomor 73/PUU-XII/2014 yang dimohonkan oleh PDI Perjuangan diwakili oleh Megawati Soekarnoputri dan Tjahjo Kumolo beserta empat warga negara Dwi Ria Latifa, Junimart Girsang, Rahmani Yahya dan Sigit Widiarto.
BACA JUGA: KPK Geledah Dua Perusahaan Terkait Kasus Sutan Bhatoegana
Dalam gugatan, para pemohon tersebut mendalilkan pemberlakuan aturan pemilihan pimpinan DPR dan pimpinan alat kelengkapan DPR sebagaimana diatur dalam pasal 84, pasal 97, pasal 104, pasal 109, pasal 115, pasal 121, dan pasal 152 UU MD3 merugikan hak konstitusional PDI Perjuangan sebagai pemenang pemilu.
Hal ini dikarenakan aturan-aturan tersebut mengatur bahwa pemangku jabatan di parlemen akan dipilih langsung oleh anggota DPR dan tidak lagi diberikan kepada partai politik sesuai dengan porsi perolehan kursi seperti diatur dalam pasal 82 UU Nomor 27 tahun 2009 (UU MD3 sebelum diganti). Adapun jabatan-jabatan yang diatur dalam pasal tersebut yaitu pimpinan Komisi, Baleg, Banggar, Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP), Mahkamah Kehormatan Dewan dan BURT.
Para pemohon juga menyampaikan keberatan atas proses pembuatan UU MD3 melanggar prosedur pembuatan UU, khususnya asas keterbukaan yang diatur dalam pasal 5 UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Menurut Pemohon, rumusan aturan-aturan tersebut tidak berasal dari "naskah akademik" yang diajukan di awal pembahasan RUU MD3 di DPR yang kemudian disampaikan pada pemerintah. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Kronologis Gratifikasi Kemenkumham Versi Denny Indrayana
Redaktur : Tim Redaksi