PDIP Sebut di Jakarta Pemilih Fiktif Capai 15 Persen

Senin, 02 Desember 2013 – 19:34 WIB

jpnn.com - JAKARTA – Ketua Tim Pengkajian dan Pengawasan Daftar Pemilih Tetap (DPT) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI Perjuangan, Arif Wibowo, mengingatkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak gegabah menetapkan batas akhir perbaikan daftar pemilih bermasalah.

Sebab hingga saat ini masih terdapat data bermasalah yang diduga sebagian di antaranya merupakan pemilih fiktif.

BACA JUGA: Masih Ada 3,3 Juta Pemilih Bermasalah

 “KPU sangat meyakini 60 persen (dari total 10,4 juta pemilih bermasalah yang ikut ditetapkan dalam DPT), bukan pemilih fiktif. Tapi nyatanya kami periksa, memang nggak ada orangnya. Silahkan dicek,  apakah pengecekan kami bohong atau tidak,” ujarnya di Jakarta, Senin (2/12).

Arif mencontohkan semisal di DKI Jakarta saja, dugaan pemilih fiktif tersebar sangat variatif di sejumlah kelurahan. Mulai dari hanya 5 persen di satu kelurahan dari total pemilih bermasalah di daerah tersebut, hingga ada yang mencapai 70 persen.

BACA JUGA: 40 Persen Data Pemilih Bermasalah Belum Bisa Diperbaiki

“Untuk menarik kesimpulan rata-rata berapa, kami tidak mau gegabah. Tapi dari pergerakannya saja dengan contoh Jakarta, diperkirakan kurang lebih 15 persen dari DPT bermasalah merupakan pemilih fiktif. Karena kami tidak bisa temukan orangnya. Tidak kami temukan pada RT, RW, Kelurahan dan tetangga sekitar. Memang tidak ada orangnya, selain itu tidak dikenal juga di daerah tersebut,” katanya.

Atas dugaan tersebut, Arif meminta KPU secara bijaksana memikirkan ulang batas akhir penetapan perbaikan DPT bermasalah yang sebelumnya direncanakan akan dilakukan hingga 3 Desember, untuk kemudian diumumkan pada 4 Desember.

BACA JUGA: DPR Siap Bahas Anggaran Jilbab Polwan

“Silahkan KPU pikirkan secara bijaksana. Tapi menurut kami, sejauh belum bisa diyakini oleh semua pihak, terutama pemangku kepentingan yaitu partai-partai peserta pemilu 2014, jangan dulu ditetapkan. Tapi kalau KPU mau bersikukuh tetapkan, ya silahkan saja. Itu kewenangannya KPU,” ujar Arif.

Namun Arif menegaskan, melegalisasi pemilih fiktif sama dengan melanggar undang-undang. Demikian juga dengan meniadakan pemilih yang punya hak untuk memilih, juga melanggar undang-uindang.

“Kita khawatir akan kena tindak pidana penghilangan hak pemilih yang diatur dalam undang-undang pemilu. Kemudian melanggar hak konstitusional yang bisa diseret ke MK dan tentu saja dengan pelanggaran masif itu dia bisa juga dilaporkan ke DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu),” ujarnya.(gir/jpnn)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... 1.795 NIK Pemilih Belum Divalidasi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler