jpnn.com, JAKARTA - Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan partainya mendukung Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra yang mengambil sikap mengenai sistem pemilu tertutup.
Menurut Hasto, Yusril telah menyampaikan pemikiran kenegarawanan berdasarkan amanat ideologi Pancasila dan UUD 1945.
BACA JUGA: Hasto Tegaskan PDIP Konsisten Mendukung Sistem Proporsional Tertutup
“Pemikiran ahli hukum tata negara dan sekaligus Ketua Umum PBB tersebut sangat mencerahkan dan menampilkan kepakaran beliau yang dipandu sikap kenegarawanan tentang bagaimana sistem pemilu tertutup berkorelasi dengan pelembagaan partai dan menegaskan bahwa peserta pemilu legislatif adalah parpol, bukan orang per orang,” kata Hasto dalam keterangannya, Kamis (9/3).
Menurut Hasto, sikap Yusril itu semakin menunjukkan PDIP dan PBB sebagai partai ideologis, sementara parpol lain memilih jalan liberalisme.
BACA JUGA: Proporsional Tertutup
“Jalan ideologi meski sering terjal, namun kokoh pada prinsip. Sebab menjadi anggota legislatif itu dituntut untuk menyelesaikan masalah rakyat saat ini, dan merancang masa depan Indonesia melalui keputusan politik. Dalam peran strategis tersebut, maka caleg harus dipersiapkan melalui kaderisasi kepemimpinan,” kata dia.
Hasto menilai dengan sistem proporsional tertutup, caleg bermodalkan keahlian, dedikasi, dan kompetensi melalui kaderisasi. Sementara proporsional terbuka, modalnya popularitas dan kakayaan.
BACA JUGA: Kesaksian Warga Sekitar Depot Pertamina Plumpang, Langit Tertutup Asap Hitam
“Secara empiris, proporsional terbuka mendorong bajak-membajak kader ala transfer pemain dalam sepak bola; kecenderungan kaum kaya dan artis masuk ke politik; primordialisme; dan ada partai karena ambisinya, lalu ambil jalan pintas merekrut istri, anak, atau adik pejabat dan menguatlah nepotisme. Logikanya, pejabat akan mengerahkan kekuasaannya untuk caleg dari unsur keluarganya. Di tata pemerintahan, menteri yang memegang sumber logistik dan kekuasaan hukum akan menjadi rebutan. Ini praktik demokrasi elektoral,” jelas dia.
Dalam proporsional terbuka, lanjut Hasto, caleg lahir secara instan. Akibatnya kepuasan terhadap parpol dan lembaga legislatif selalu berada di urutan paling bawah dari lembaga negara lainnya.
Doktor ilmu pertahanan UNHAN itu menilai pragmatisme politik merajalela, sebab menjadi anggota legislatif harus bermodalkan kapital atau dukungan investor.
Karena itu, skala prioritas caleg yang menang dari sistem tersebut ialah menggunakan kekuasaan untuk mengembalikan modal politik.
“Kemudian mencari modal dalam pencalonan ke depan. Dalam proses ini terjadi penyatuan fungsi antara politik, bisnis, dan hukum. Semua demi agenda pencitraan, dan kebijakan populisme yang menyandera fiskal di masa depan,” jelas dia. (Tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tak Tertutup Kemungkinan PPP Juga Dukung Ganjar-Erick di Pilpres 2024
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga