PDIP: Sistem Pencegahan Korupsi Mandul

Minggu, 10 Juni 2018 – 19:56 WIB
Hasto Kristiyanto. Foto: Humas PDIP for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto mengatakan PDIP sungguh merasa geram dan marah atas berbagai tindak pidana korupsi yang merupakan kejahatan kemanusiaan.

Hasto mengatakan partai sudah memberikan sanksi tertinggi yang dilakukan yaitu pemecatan seketika, tidak mendapat bantuan hukum dan mengakhiri karier politik kader yang tersangkut kasus rasuah.

BACA JUGA: Maruarar Gembleng Kader TMP Jateng demi Ganjar-Yasin

Namun, Hasto heran mengapa korupsi masih terjadi. Begitu banyak kepala daerah yang ditangkap, lalu apakah memang sudah begitu rusak karakter dan mentalitas atau karena sistem pemilihan langsung yang mendorong sikap koruptif, atau pencegahan korupsi yang mandul.

"Dan pada kenyataannya apakah kita lebih asyik menikmati drama OTT tersebut?” katanya, Minggu (10/6).

BACA JUGA: PDIP Awali Pembangunan Masjid At Taufiq di Haul ke-5 Pak TK

Hasto menambahkan, PDI Perjuangan mendukung sepenuhnya pemberantasan korupsi dan tercatat sebagai partai yang langsung memberikan sanksi maksimum bagi para koruptor.

“Saat ini saya sedang berada di Kota Blitar dan Tulungagung. Banyak yang bertanya, apakah OTT ini murni upaya pemberantasan hukum, atau sebaliknya, ada kepentingan politik yang memengaruhinya?" katanya.

BACA JUGA: Ziarah di Blitar, Hasto Kutip Dedication of Life Bung Karno

Hal ini mengingat bahwa yang menjadi sasaran adalah mereka yang memiliki elektabilitas tertinggi dan merupakan pemimpin yang sangat mengakar.

"Samanhudi misalnya, terpilih kedua kalinya dengan suara lebih dari 92 persen," ungkap Hasto.

Dia menjelaskan, kesan adanya kepentingan politik dapat dicermati pada kasus OTT terhadap Wali Kota Blitar Samanhudi dan calon bupati terkuat di Tulungagung Sahri Mulyo.

Mereka berdua tidak terkena OTT secara langsung. Namun, ujar Hasto, mengapa beberapa media online tertentu di Jakarta dalam waktu yang sangat singkat memberitakan OTT kedua orang tersebut.

Seakan-akan menggambarkan keduanya sudah menjadi target dan memang harus ditangkap baik melalui OTT langsung maupun tidak.

"Dan faktanya yang ditangkap di Kota Blitar adalah seorang penjahit dan bukan pejabat negara. Lalu di Kabupaten Tulungagung seorang kepala dinas dan perantara, bukan Sahri Mulyo. Kesemuanya lalu dikembangkan bahwa hal tersebut sebagai OTT terhadap Samanhudi dan Sahri Mulyo. Ada apa di balik ini?" papar Hasto.

PDI Perjuangan memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada KPK manakala OTT tersebut dilakukan dengan berpegang pada prinsip keadilan, kebenaran dalam hukum dan sesuai mekanisme hukum itu sendiri.

Namun pertanyaannya, apakah OTT tersebut tidak dipengaruhi oleh kontestasi pilkada. Siapa yang bisa memastikan hal ini bahwa segala sesuatunya dilakukan secara proper dan sesuai mekanisme hukum yang jujur dan berkeadilan.

Sebab di masa lalu, ada oknum KPK yang tidak bisa melepaskan diri dari kepentingan eksternal. Dia mencontohkan, misalnya pencoretan bakal calon menteri yang dilakukan tidak sesuai prosedur dan nampak ada vested interest.

"Demikian halnya terhadap kebocoran sprindik Anas Urbaningrum misalnya," tambah Hasto.

Menurut dia, sekiranya yang dilakukan oleh KPK tersebut sudah benar-benar sesuai prosedur operasinal standar, tanpa kepentingan lain, maka banyaknya pejabat daerah yang terkena OTT bukan cuma membuat pemerintahan pincang.

"Tetapi lebih jauh lagi, hal tersebut sudah menyentuh aspek yang paling mendasar kegagalan sistem pencegahan korupsi negara," tuntas Hasto. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hasto Apresiasi Semangat Bu Risma dan Masyarakat Surabaya


Redaktur & Reporter : Boy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler