jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam mengatakan ancaman mogok kerja serikat pekerja Pertamina dan tuntutan pencopotan dirut perusahaan migas tersebut sebagai hal yang kurang mendasar.
Mufti meminta seluruh pihak di PT Pertamina (Persero) meningkatkan koordinasi seiring adanya rencana mogok para pekerja pada 29 Desember 2021 sampai 7 Januari 2022.
BACA JUGA: Serikat Kerja Pertamina Protes Keras, Siap Mogok Kerja Jika Tak dapat Tanggapan
“Semua harus mengutamakan kepentingan bangsa dan konsumen. Langkah mogok kerja di perusahaan seperti Pertamina akan sangat memengaruhi hajat hidup orang banyak, mulai pelaku usaha raksasa sampai ultramikro di kampung-kampung,” ujar Mufti, Kamis (23/12).
“Harus hati-hati betul. Ini ada libur akhir tahun. Momen sosial dan ekonominya sangat signifikan, termasuk ini waktunya UMKM mencari rezeki, pemulihan ekonomi. Jangan sampai mogok kerja membuat pasokan BBM membuat orang-orang kecil menjadi kesulitan,” imbuhnya.
BACA JUGA: Deddy Sitorus Anggap Ancaman Mogok Karyawan Pertamina tidak Logis
Mufti Anam juga mengatakan tradisi bermusyawarah harus menjadi pilar bagi semua gerak bangsa termasuk dalam pengelolaan BUMN.
“BUMN didirikan untuk melayani rakyat, menjadi fondasi kekuatan ekonomi rakyat. Bermusyawarahlah dengan baik. Para direksi maupun kawan-kawan bekerja kembali, membahas apa yang menjadi ganjalan, sehingga ada solusi,” ujarnya.
BACA JUGA: Tangki Kilang Pertamina Kembali Terbakar, Mufti Anam: Evaluasi Total!
Seperti diketahui, Federasi Serikat Pekerja Pertamina Bersatu (FSPPB) berencana menggelar aksi mogok kerja pada 29 Desember 2021 hingga 7 Januari 2022.
FSPPB juga meminta Menteri BUMN mencopot Direktur Utama Pertamina.
Ada sejumlah alasan FSPPB bakal menggelar aksi mogok kerja, antara lain tidak tercapainya kesepakatan perjanjian kerja bersama (PKB) antara manajemen dan para pekerja.
Terkait tuntutan pencopotan Dirut Pertamina Nicke Widyawati, Mufti menilai perlu dilihat secara komprehensif. Indikator kinerja pimpinan perusahaan pelat merah telah ditentukan oleh Kementerian BUMN.
“Tinggal dilihat sejauh mana kinerja dan kemampuan membuat perusahaan membukukan keuangan yang baik. Dua tahun terakhir ada tantangan pandemi, tetapi Pertamina relatif mampu bertahan dengan baik,” ujarnya.
“Saya melihat Pertamina juga tidak ngotot menaikkan harga BBM meski harga minyak naik. Itu tentu patut diapresiasi,” imbuh Mufti.
Dia juga meminta key performance indicator (KPI) menjadi acuan dalam evaluasi direksi BUMN.
“Jangan sampai Menteri BUMN melakukan evaluasi berdasarkan tekanan-tekanan,” papar Mufti.
Menurutnya PT Pertamina (Persero) berhasil melewati tantangan semester 1 2021 dengan membukukan laba sebesar USD 183 juta atau setara dengan Rp 2,6 triliun. Dibandingkan periode yang sama pada 2020 di mana perusahaan sempat mengalami kerugian sebesar USD 768 juta, maka Pertamina berhasil meningkatkan laba sebesar USD 951 juta atau sekitar Rp 13,6 triliun.
Mufti menambahkan terkait kesejahteraan pekerja Pertamina -yang menjadi isu dalam dinamika antara manajemen dan pekerja- termasuk yang paling baik di antara BUMN lainnya dan bahkan swasta di tanah air.
“Maka saya berharap semuanya tetap kepala dingin, musyawarah yang baik, jangan sampai membuat langkah yang merugikan bangsa dan masyarakat,” pungkasnya. (*/adk/jpnn)
Simak! Video Pilihan Redaksi:
Redaktur & Reporter : Adek