jpnn.com - Tembok penghalang bisa menghadang siapa saja. Ada yang berhenti dan pasrah. Tak sedikit yang berhasil melewatinya dengan kerja keras dan ketekunan. Bagi mereka yang mampu mengatasinya, tidak ada ’’kebahagiaan’’ lain selain kesuksesan.
Halangan terbesar yang menjadi titik balik perjuangan hidup seseorang memang berbeda-beda. Bagi make-up artist sekaligus desainer Dyan Nugra, tembok halangan itu adalah perceraian.
BACA JUGA: Detik-detik Menegangkan ketika Abu Sayyaf Tiba-tiba Menguasai Kapal
Harus berpisah dari orang yang pernah dekat selama bertahun-tahun membuat dirinya drop, frustrasi, hingga bingung. Life must go on. Dyan tidak bisa terus menerus meratapi nasib. Apalagi, ada tiga buah hatinya yang butuh perhatian.
Seakan mengikrarkan diri, hanya sebulan sejak peristiwa perpisahan pada 2005 itu, dia bertekad memulai hidup baru. Berbekal gelar S-1 yang diraih dari Teknik Informatika ITS Surabaya, dia memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang S-2 di Universitas Airlangga (Unair).
BACA JUGA: Pengabdian Dokter Monalisa, Pernah Terpeselet dan Jatuh ke Sungai
Hanya dua tahun kuliah, dia menyandang gelar magister manajemen. ’’Saya kuliah lagi itu, terus terang, selain untuk memperdalam ilmu juga untuk menyibukkan diri, sehingga tetap bisa memunculkan energi positif. Tidak merenung terus. Bagaimanapun, saya harus kuat demi anak-anak,’’ paparnya saat ditemui di workshopnya yang asri di kawasan Sutorejo Prima.
Kelar kuliah, Dyan bingung harus menggeluti bidang apa. Setelah berbincang dengan seorang kawan, dia disarankan untuk menekuni bidang kecantikan. Misalnya, menjadi make-up artist atau desainer busana. Hal tersebut dirasa cukup masuk akal bagi perempuan yang berulang tahun setiap 3 November itu.
BACA JUGA: Perempuan Kreatif Berbusana Unik
’’Sebab, saya berpikir, dengan menjadi make-up artist maupun desainer, pekerjaannya pasti banyak dilakukan di rumah. Jadi, pemasukan ada, anak-anak pun tidak telantar dan tetap mendapat perhatian yang cukup,’’ katanya.
Dia menyadari, selalu ada risiko dari setiap pilihan. Itu pula yang dialami Dyan. Ketika menyampaikan keinginannya untuk menggeluti bisnis kecantikan, orang tuanya, Bing Rudyanto dan Jekti Rahayu yang merupakan pasangan dokter dan dosen, menentang habis-habisan
’’Kata beliau, buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau hanya mau jadi make-up artist. Buang-buang waktu dan tenaga saja,’’ kenangnya.
Keinginan Dyan sudah bulat. Dia ingin tetap sukses dalam berkarir namun tetap dekat dengan anak-anaknya. Tentangan dari orang tua dianggap pelecut untuk menggapai mimpi tersebut. Proses untuk mewujudkan mimpi itu pun dimulai.
Dyan menempuh pendidikan kecantikan di Puspita Martha International Beauty School. Sebenarnya, dunia kecantikan merupakan hal yang sangat jauh dari kehidupan perempuan kelahiran Jember tersebut. Sebab, ketika belia, Dyan dikenal sebagai sosok yang tomboi dan tampil slengekan.
’’Dulu saya nggak pernah dandan sama sekali. Sampai ibu tuh pernah ngomong, ini anak perempuan kok ya kayak laki-laki saja,’’ ceritanya lantas tertawa.
Tapi, siapa yang dapat mengira jalannya nasib. Pilihan Dyan untuk menggeluti dunia kecantikan tidak sia-sia dan merupakan langkah tepat. Setidaknya hingga saat ini. Belum genap setahun belajar tata rias, karena hasil dandanannya bagus, dia ditawari menjadi bagian dari tim makeup artist Martha Tilaar.
Tentu, bagi seorang pemula, tantangan itu diterima dengan penuh keyakinan. Dari sana jalan Dyan semakin terang. Apalagi, secara pribadi dia dekat dengan sosok gurunya, Martha Tilaar. ’’Dari Bu Martha, saya mendapat banyak pelajaran tentang hidup. Karena itu, sekarang saya lebih semangat dan bahagia. Dan yang terpenting, tidak pernah ada kata terlambat untuk belajar,’’ katanya.
’’Sumber inspirasi saya agar tetap bisa berkarir secara total di dunia kecantikan ini adalah pujian dari Ibu (Martha). Dia mengatakan saya punya kemampuan dan bakat yang besar. Itulah yang terus saya pegang untuk menjadi yang terbaik,’’ imbuh ibunda Sania Salsabila, Luhur Rajendra Atallah, dan Fairuz Lazuardi tersebut.
Setelah mendapat tempaan pengalaman, awal 2010, Dyan mantap menggeluti bisnis kecantikan sendiri. Dengan bendera Hot Salsa, yang diambil dari nama anak sulungnya, dia memulai bisnis dari kediamannya saat ini. Dari satu dua pelanggan, kini Dyan memiliki ratusan pelanggan tetap. Mereka tersebar di seluruh Jawa Timur.
’’Beberapa juga klien dari Jakarta dan kota-kota lain. Biasanya mereka klien lama saat saya masih di Martha Tilaar,’’ jelasnya.
Selain sibuk mengurusi bisnis, Dyan kerap mengikuti lomba tata rias tingkat nasional maupun internasional. Tujuannya satu, dia ingin mengukur kemampuannya dalam merias wajah seseorang. Hasilnya cukup memuaskan. Hampir di semua kejuaraan yang diikuti, Dyan berhasil meraih hasil maksimal atau juara satu.
Salah satunya, Dyan dinobatkan menjadi satu di antara best five winner ajang The 16th Asia Pacific Hair and Make-Up Olympics. Perhelatan tersebut diadakan APHCA (Asia Pacific Hairdressers and Cosmetologist Association) di Jakarta pada beberapa tahun lalu.
’’Saya benar-benar tidak menyangka bisa menjadi juara. Sangat surprise,’’ ucap penggemar tenderloin steak tersebut.
Wajar saat itu Dyan tidak percaya bisa menjadi salah satu yang terbaik. Sebab, lomba tersebut diikuti ratusan make-up artist dari 16 negara. Ada keraguan lain yang muncul di dalam dirinya. Sebab, persiapannya saat itu cukup mepet.
’’Saya sudah tidak mendapat model yang diinginkan. Bismillah saja. Sebab, menjadi make-up artist itu kan memang harus bisa mendandani siapa saja,’’ tegasnya.
Dyan juga meraih penghargaan dari Martha Tilaar sebagai Beautypreneurship 2012 atas perannya yang mampu menjadi pengusaha dan membuka lapangan kerja bagi diri sendiri dan orang lain.
Ya, usaha yang ditekuni Dyan memang menapaki kesuksesan. Dua cabang di Surabaya dan Bali dengan puluhan karyawan menjadi salah satu buktinya. Penghargaan-penghargaan tersebut melengkapi beberapa hasil positif yang sudah diraih.
Misalnya, juara pertama make-up creative tingkat nasional by PAC dan juara pertama make-up creative tingkat nasional by Sari Ayu. Selain itu, juara pertama dan juara umum bridal tingkat nasional by Harpi Melati maupun La Tulipe.
Meski demikian, Dyan tetap getol merias wajah. Baik kreatif maupun pengantin. Bahkan, Anne Avantie, desainer ternama Indonesia, sering menggunakan jasanya merias para model ketika mengadakan fashion show.
Begitu juga desainer lain yang sering mengontaknya untuk bekerja sama dalam pergelaran fashion tanah air. Termasuk, Indonesia Fashion Week dan Jakarta Fashion Week. Beberapa nama tenar juga menjadi pelanggannya. Misalnya, Titiek Puspa, Krisdayanti, Ashanty, Vicky Shu, dan Zivanna Letisha Siregar. Selain itu, ada juga Ira Wibowo, Vina Panduwinata, serta Manohara.
Berkat prestasi positifnya dalam kejuaraan Asia Pasifik, Dyan juga mendapat berkah lain. Dirinya langsung diundang dan diajak bekerja sama oleh desainer luar negeri. Ada yang dari Tiongkok, India, dan Jepang. Dyan diminta merias model mereka dalam Hongkong Fashion Week.
Satu rahasia kesuksesan Dyan adalah kemampuannya menonjolkan kecantikan seseorang. ’’Make-up nggak usah menor, natural saja. Yang penting cantik dan auranya keluar. Yang perlu diperhatikan khusus saat berdandan adalah bagian mata. Begitu juga presisi antara kanan dan kiri wajah,’’ tegasnya.
Dyan berharap dirinya bisa menjadi contoh yang baik bagi tiga anaknya. ’’Anak adalah segalanya bagi saya. Semaksimal mungkin saya tidak mau mengecewakan mereka. Karena itu, sesibuk apa pun, saya pasti selalu mendampingi mereka ketika belajar atau menjelang tidur . Biar mereka tetap merasakan kasih sayang yang cukup,’’ ujar perempuan yang sering memilih berwisata ke Bali tersebut.
Kini, selain membesarkan bendera Hot Salsa, Dyan juga tengah fokus membangun branding lini fashionnya yang terinspirasi dari namanya sendiri, yakni dyanugra. ”Nama ini memiliki arti perempuan yang menyenangkan dan diberkahi. Saya ingin menjadi berkah bagi semua. Karena bagaimanapun, manusia yang sukses adalah yang bermanfaat bagi orang lain,” tutupnya. (jpnn/pda)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cantik-cantik, Pantang Pulang sebelum Padam
Redaktur : Tim Redaksi