Pelebon Anak Agung Niang, Ubud pun Menjadi Lautan Manusia

Sabtu, 03 Maret 2018 – 10:10 WIB
Bade dalam pelebon Anak Agung Niang Agung menjadi salah satu perhatian wisatawan. Foto: Ken Girsang/JPNN.com

jpnn.com, BALI - Lautan manusia membanjiri seluruh sudut jalan di sekitar Puri Agung Ubud, Gianyar, Bali, Jumat (2/3). Antusias menyaksikan upacara Pelebon Anak Agung Niang Agung, istri dari Tjokorda Gde Agung Sukawati (1910-1978) yang dikenal sebagai raja terakhir Ubud, Gianyar, Bali.

Ken Girsang, Bali

BACA JUGA: Ada Garpu, Sendok, Pisau di Perut Jahrani, Kok Bisa?

Anak Agung Niang Agung meninggal dunia pada 14 Januari lalu, di usia 96 tahun. Upacara Pelebon atau biasa disebut ngaben (kremasi), merupakan salah satu upacara adat keagamaan Hindu Bali.

Upacara dilakukan sebagai bentuk penghormatan keluarga dan masyarakat pada almarhum. Dilaksanakan setelah para pemuka agama melihat hari yang baik.

BACA JUGA: Perjalanan 2 Hari Demi Ikut UNBK, Mereka Juga Anak Indonesia

Meski terkait dengan kematian, namun seluruh rangkaian acara berlangsung begitu meriah. Upacara Pelebon kini menjadi salah satu daya tarik pariwisata paling terkenal di Bali.

Tak heran, puluhan ribu manusia membaur dengan keluarga kerajaan sejak Jumat pagi. Baik itu masyarakat Bali, wisatawan dari berbagai negara di dunia maupun Majelis Agung Raja-Raja se-Indonesia.

BACA JUGA: Kepala Suku Harus Dirayu 2 Jam, Dikasih Rp 50 Ribu Tersenyum

Hadir juga Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo, Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menteri Pariwisata Arief Yahya dan sejumlah pejabat lainnya.

Semua sangat antusias mengikuti setiap prosesi. Dimulai dari pembersihan jenazah dan dikenakan pakaian adat Bali, seperti layaknya orang yang masih hidup.

Selama ini jenazah berada di Bale Gedong (tempat persemayaman tertutup). Setelah dibersihkan, ditempatkan di Bale Gede (bagunan terbuka) yang letaknya di bagian dalam Puri Agung Ubud.

Seluruh keluarga memberikan penghormatan terakhir dan memanjatkan doa-doa. Baru kemudian jenazah dipindahkan dari Bale Gede ke atas Bade atau menara kremasi, persis pada bagian atas.

Bade terlebih dahulu ditempatkan di bagian luar Puri Agung Ubud. Ketinggiannya mencapai 27,5 meter. Membuat semua mata memandang ke atas, enggan untuk berpaling. Terutama mereka yang mengabadikan momen tersebut lewat kamera masing-masing.

Cukup menegangkan, apalagi menyaksikan prosesi pemindahan menggunakan sarana menyerupai jembatan bersusun terbuat dari bambu. Tak terlihat ada penggunaan paku. Hanya diikat menggunakan kain putih.

Demikian juga dengan bade, terbuat dari material utama kayu dan juga bambu. Dihiasi berbagai ornamen keagamaan umat Hindu Bali. Panjang penampangnya berkisar 9,9 meter dengan lebar 7,6 meter dan berat mencapai 11 ton.

Bade yang digunakan dibuat oleh tim dipimpin Tjokorda Gde Raka Sukawati (Tjok De). Dia putra almarhum yang selama ini dikenal sebagai undagi, atau ahli arsitektur tradisional Bali.

Saking uniknya, bade yang digunakan diganjar penghargaan Museum Rekor-Dunia Indonesia (MURI) sebagai bade tertinggi. Inilah yang menjadi salah satu daya tarik dari upacara Pelebon kali ini.

Untuk mengusung bade dan sejumlah perangkat upacara Pelebon menuju tempat kremasi di Pura Dalem Puri Pelayan, tercatat ada sekitar 3.970 warga yang terlibat langsung.

Pengusungan dilakukan estafet oleh beberapa kelompok. Maklum, jarak yang ditempuh cukup jauh, sekitar 900 meter. Satu kelompok pengusung sekitar 300 orang. Pola estafet sebagai lambang dari kerja sama dan peran serta seluruh lapisan masyarakat.

Selain bade, ada sebuah wadah lain yang cukup besar, diusung beramai-ramai oleh ratusan masyarakat yang berasal dari 20 Banjar di Ubud. Yaitu wadah menyerupai seekor lembu. Disebut Lembu Silem.

Tingginya diperkirakan sekitar sepuluh meter. Saat diusung, seseorang terlihat duduk pada bagian badan wadah yang didominasi warna hitam dan keemasan. Lembu lebih dahulu diusung, disusul bade. Pada setiap perempatan jalan, bade diputar sebanyak tiga kali.

Ada fakta menarik lain yang terlihat pada upacara Pelebon kali ini. Pengusung tidak hanya orang Bali. Beberapa terlihat berpostur warga negara asing, mengenakan pakaian adat Bali. Mereka begitu bersemangat berteriak bersama-sama. Saling memotivasi satu dengan yang lain, agar gerak langkah yang dilakukan tetap seirama.

Sesampainya di Pura Dalem Puri Peliatan, jenazah selanjutnya dipindahkan dari bade ke dalam lembu. Kemudian, lembu, bade dan perangkat upacara Pelebon lainnya dibakar hingga menjadi abu. Setelah itu, abu dan sisa-sisa pembakaran dihanyutkan ke laut, di pantai matahari terbit, Sanur.

Seluruh rangkaian upacara berlangsung sejak Jumat pagi hingga petang. Dalam keyakinan dan budaya Hindu Bali, setelah menghembuskan nafas terakhir, seseorang masih dianggap berada di dunia fana, sampai tiba saatnya menjalani upacara Pelebon secara keseluruhan. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nikita Mirzani Pakai Kemben, Bambang Pamungkas Tutup Muka


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler