jpnn.com, JAKARTA - Wakil Wali Kota Depok Imam Budi Hartono mempertanyakan data kejaksaan negeri setempat soal peningkatan jumlah kasus pelecehan seksual di daerah tingkat II tersebut.
Padahal, sebagai lembaga penegak hukum, kejaksaan memiliki data paling akurat mengenai statistik kejahatan di wilayahnya dan jadi acuan institusi-institusi lain.
BACA JUGA: Hapus Pelecehan Seksual di Tempat Kerja, Pengawas Naker Se-ASEAN Harus Berkolaborasi
"Dalam menjadikan kasus ini meningkat datanya seperti apa? Kan harus ada data awal dan data akhir," ucapnya Imam, Selasa (30/11).
Dia menilai penanganan masalah tersebut bisa dimulai dari rumah dengan membangun ketahanan keluarga.
BACA JUGA: Pengawas Ketenagakerjaan Se-ASEAN Berbagi Pengalaman Tangani Kekerasan dan Pelecehan
"Lalu kalau remaja bagaimana kita bisa membina anak-anak remaja, dan kalau memang sudah terjadi pihak Kejaksaan lah yang menangani masalah itu," jelasnya.
Imam menjelaskan bahwa Depok selalu membuat program-program yang berkaitan dengan pembinaan keluarga.
BACA JUGA: Dugaan Pelecehan Seksual Unsur Pidana, Kenapa Diselesaikan Internal?
"Nanti lihat program-programnya ke depan, Depok selalu membuat program-program bina keluarga, baik dari PKK maupun dari DPAPMK," terangnya.
Sebelumnya, pihak Kejaksaan Negeri Depok mencatat ada 43 kasus pelecehan seksual terhitung dari Januari hingga November 2021.
Sebanyak 31 kasus terjadi selama Januari hingga Oktober, sedangkan khusus bulan ini terdapat 12 kasus.
“Tidak seperti biasanya. Biasanya kan paling banyak kasus narkotika dan pencurian, tetapi beberapa bulan terakhir ini berkas yang masuk dengan kasus pelecehan seksual cukup banyak,” beber Kepala Kejaksaan Negeri Depok Sri Kuncoro, Senin (29/11).
Kajari menyampaikan, dari 43 kasus sesuai jumlah Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang terbit, sebanyak 22 kasus berkasnya sudah dinyatakan lengkap.
"Trennya biasanya tidak semasif ini, tetapi kali ini agak banyak,” tandasnya. (mcr19/jpnn)
Redaktur : Adil
Reporter : Lutviatul Fauziah