JAKARTA -- Penilaian banyak kalangan yang menilai ada upaya pihak-pihak tertentu untuk melemahkan kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), tampaknya tidak mengada-ngadaDalam Rancangan Undang-Undang pengadilan tindak pidana korupsi (RUU tipikor) yang saat ini dibahas di DPR, kewenangan KPK dibatasi hingga pada tingkat penyidikan saja
BACA JUGA: PN Jakarta Barat Harus Klarifikasi
Ketua DPR Agung Laksono menyatakan, draf RUU yang muncul bersal dari pemerintah memang belum memberikan gambaran upaya memperkuat peran KPKBACA JUGA: SBY Menangis di HUT Bhayangkara
"Menurut kami, draf versi pemerintah belum menggambarkan keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi yang kuat
BACA JUGA: AJI Jakarta Kecam Pelecehan Profesi
Dia mengatakan, belum ada kesamaan persepsi antara DPR dengan pemerintah, terutama menyangkut proses penyidikan hingga penuntutan"Soal penyidikan atau penuntutan yang ada pada kejaksaan atau pada KPKJadi harus ada pemahaman yang sama, " terang politisi senior Partai Golkar itu.
Reaksi terhadap RUU tipikor disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW)Berdasarkan penyisiran ICW, terdapat sejumlah pasal krusial yang memberi peluang para koruptor bisa hidup nyamanKoordinator Divisi Hukum ICW, Febri Diansyah, dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (1/7) mencatat banyak poin di RUU tipikor yang berlawanan dengan semangat memberantas korupsiPertama, RUU tersebut tidak mencantuman ancaman pidana minimalKetentuan ini, kata Febri, berpotensial munculnya vonis hukuman percobaan bagi terdakwa koruptor.
Kedua, masa daluwarsa suatu kasus yang bisa dituntut 18 tahunKetiga, bagi terdakwa korupsi di bawah Rp25 juta diberi peluang pengampunan asalkan mau mengembalikan uang yang dikorup ituKeempat, RUU tidak secara tegas menggunakan istilah pengadilan tipikorLima, kewenangan KPK hanya sampai tingkat penyidikan"Dan tidak jelas bagaimana untuk tingkat penuntutan," ujarnya.
Enam, ada pasal yang mengatur bahwa pelapor palsu bisa dipidanaTujuh, korupsi oleh advokat hanya dijerat dengan kode etik oleh lembaga advokatDelapan, tidak diatur mengenai pembekuan rekening, sehingga berpotensi tersangka atau terdakwa kasus korupsi mengalihkan uangnya ke rekening orang lainSembilan, tidak mengatur pengelolaan aset hasil korupsiSepuluh, tidak mengatur pembatalan kontrak yang prosesnya sarat korupsi"Juga tidak diatur mengenai permufakatan korupsi, penyadapan, peran masyarakat, kewajiban melaporkan harta kekayaan, dan tidak diatur secara jelas mengenai penahanan," beber Febri(sam/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Deplu: Kasus Penyiksaan TKW dalam Proses Hukum
Redaktur : Tim Redaksi