jpnn.com, JAKARTA - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai pelonggaran PPKM tidak akan mampu mengangkat perekonomian hingga mencapai pertumbuhan tujuh persen.
Pasalnya, ada jeda antara pelonggaran dan kenaikan konsumsi.
BACA JUGA: Sampai Kapan PPKM Berlaku? Begini Jawaban Luhut Binsar Pandjaitan
"Ada jeda atau lag antara pelonggaran dengan kenaikan konsumsi rumah tangga karena faktor sisi pendapatan masyarakat yang masih rendah," kata Bhima kepada JPNN.com, di Jakarta, Senin (23/8).
Kendati demikian, dia mengakui jika pelonggaran dari level 4 ke 3 punya dampak terhadap konsumsi rumah tangga.
BACA JUGA: Presiden Jokowi Resmi Perpanjang PPKM 24-30 Agustus 2021
"Daya beli kelas menengah belum pulih untuk menyokong belanja yang tinggi. Imbas pelonggaran tidak langsung naik tinggi seperti kuartal ke-II sebelum adanya PPKM ketat," ujar Bhima.
Terlebih, lanjut Bhima, perkantoran masih dibatasi 25 persen untuk sektor non-esensial.
BACA JUGA: Aduh! Sri Mulyani Berbagi Kabar Tak Sedap soal Penerimaan Pajak
"Artinya, sebagian pekerja masih berada di rumah. Padahal pengunjung mal kan juga pekerja perkantoran, jadi satu sektor dilonggarkan tetapi sektor lain masih dibatasi belum akan berpengaruh banyak," ungkap Bhima.
Lalu apakah bisa menolong sisa kuartal ke III?
Bhima menyebut jika ekonomi mampu tumbuh positif, angkanya masih akan berkisa dua persen (yoy) di kuartal ke III.
"Bisa dikatakan tidak ada lagi yang memprediksi ekonomi tumbuh tujuh persen," tegas dia.
Selain itu, Bhima membeberkan, pada September tidak ada event besar yang bisa memicu kenaikan mobilitas masyarakat.
Di sisi lain, ekspor pun cenderung lebih rendah, karena negara tujuan ekspor mengalami masalah menghadapi varian Delta sehingga berpengaruh terhadap laju konsumsi maupun permintaan bahan baku industri.
"Nanti kita cek di kuartal ke IV, harapannya sudah lebih baik penurunan kasus Covid-19 dan bertepatan dengan libur Natal Tahun Baru jadi minat belanja masyarakat lebih tinggi. Di samping itu dengan catatan penanganan pandemi tetap on the track ya," kata dia.
Bhima menilai pemerintah perlu memprioritaskan vaksinasi ke pekerja di sektor esensial. Jangan sampai kembali terjadi lonjakan kasus kemudian yang disalahkan sektor industri manufaktur, karena ada klaster pabrik.
"Prokes tetap dijaga dan dari pihak pengusaha wajib transparan jika ditemukan kasus baru di lingkungan kerja sehingga penanganan lebih cepat," kata dia.
Pemerintah juga diminta terus meningkatkan serapan serta nominal perlindungan sosial dan bantuan UMKM.
"Pelonggaran bukan berarti ekonomi langsung normal yang berarti suport belanja pemerintah masih konsisten dibutuhkan setidaknya sampai akhir 2022," tegas Bhima Yudhistira.
Presiden Jokowi sebelumnya menyatakan akan melonggarkan sejumlah wilayah dengan penularan Covid-19 yang menurun.
"Melihat mulai membaiknya beberapa indikator pemerintah akan mempertimbangkan untuk melakukan penyesuaian secara bertahap atas beberpa pembatasan kegiatan masyarakat antara lain tempat ibadah diperbolehkan dibuka, kegiatan ibadah maksimal 25 persen kapasitas atau maksimal 30 orang," ungkap Jokowi.
Jokowi menyebut juga restoran diperbolehkan makan di tempat dengan maksimal 25 persen kapasitas dua orang per meja dan pembatasan jam operasional hingga pukul 20.00 WIB.
Pusat perbelanjaan dan mal diperbolehkan buka hingga pukul 20.00 WIB dengan maksimal 50 persen kapasitas dengan penerapan prokes secara ketat yang diatur lebih lanjut oleh pemda.
Industri berorientasi ekspor dan penunjangnya dapat beroperasi 100 persen, namun apabila menjadi klaster baru Covi-19 maka akan ditutup selama 5 hari.
"Penyesuian atas bbrp pembatasan kegiatan ini dibarengi dengan prokes yang ketat dan penggunaan aplikasi Peduli Lindungi sebagai syarat masuk," tegas Jokowi. (mcr10/jpnn)
Kamu Sudah Menonton Video Terbaru Berikut ini?
Redaktur & Reporter : Elvi Robia