jpnn.com, SURABAYA - Pemerintah Kota Surabaya telah menyiapkan anggaran Rp 275 miliar untuk pembangunan dan revitalisasi gedung sekolah negeri di Kota Pahlawan. Artinya, kesempatan untuk masuk sekolah negeri semakin terbuka.
Kebijakan pemkot itu diambil karena banyak warga yang tidak mampu membayar uang sekolah. Bahkan, sampai ada kasus penahanan ijazah. Beberapa anak yatim piatu sulit membayar biaya sekolah. Pemkot juga menemukan adanya kecurangan pada penggunaan dana bantuan operasional pendidikan daerah (bopda) yang diberikan ke SMP swasta.
BACA JUGA: Kuota SD Negeri Belum Penuh, Bisa Tetap Daftar
Alhasil, tahun ini siswa mitra warga membeludak. Melebihi kuota 5 persen. Sedangkan siswa yang masuk dari jalur reguler tetap tinggi. Sekolah swasta kekurangan murid. Mereka khawatir kondisi itu terulang.
Anggota Badan Anggaran DPRD Surabaya Reni Astuti mengatakan, penyelenggaraan pendidikan tidak bisa dilakukan pemerintah seorang diri. Keterlibatan swasta sangat penting.
BACA JUGA: 10 Sekolah Negeri Belum Punya Gedung Sendiri
"Kalau ada anak yatim yang putus sekolah atau ijazah ditahan, itu pembinaan dan pengawasan dinas pendidikan yang lemah," jelasnya.
Reni mengapresiasi langkah pemkot untuk memudahkan siswa tidak mampu bersekolah. Namun, kuota reguler harus dikurangi agar sekolah swasta kebagian murid. APBD 2019 bakal dibahas di dewan. Urusan pendidikan mendapat gelontoran dana Rp 1,15 triliun. Sangat mudah bagi pemkot menambah lagi kelas atau bahkan membangun sekolah negeri baru. Apalagi, kewenangan pengelolaan SMA-SMK sudah tidak lagi berada di tangan pemkot.
BACA JUGA: Hanya 10% Sekolah Swasta Kualitasnya di Atas Negeri
Reni mengatakan, pemkot perlu mengkaji kuota jalur-jalur di PPDB. Jika yang tidak mampu diterima sangat banyak, kuota reguler harus dikurangi. "Kajian itu perlu melibatkan masyarakat, sekolah swasta, dan komite," lanjut Reni.
Ketua Dewan Pendidikan Surabaya Martadi menjelaskan bahwa zonasi yang kurang tepat menjadi salah satu faktor penyebab berkurangnya siswa di beberapa sekolah. Perlu ada pemetaan ulang. Martadi mencontohkan, sekolah swasta yang sudah terletak di kawasan tengah kota ternyata tidak mendapat cukup murid pada penerimaan siswa baru tahun ini. "Bisa jadi itu karena letak sekolahnya sekarang jadi tidak strategis," tutur Martadi. Meski berada di pusat keramaian, tidak ada warga yang memiliki anak usia sekolah di sekitar sekolah tersebut.
Menurut dia, orang tua saat ini sudah lebih selektif dalam memilih sekolah. Selain mutu dan biaya, lokasi sekolah yang dekat dengan rumah menjadi pertimbangan.
Ada pula tren orang tua yang memasukkan anaknya ke boarding school atau pondok pesantren. Itulah yang membuat jumlah siswa baru sebanyak 44 ribu di Surabaya menjadi berkurang. "Dan, ada juga beberapa sekolah swasta yang justru menambah murid karena trust orang tua tinggi dan mereka punya biaya," imbuhnya. Dengan kata lain, kekurangan murid tidak semata terjadi karena siswa tersedot ke sekolah negeri saja.
Agar kekurangan murid di puluhan sekolah swasta tidak terulang tahun depan, Martadi mengusulkan ada pemetaan siswa. Sejumlah 44 ribu siswa tersebut harus didata ke mana saja mereka mendaftar sekolah.
Dari situ, dinas pendidikan maupun kepala sekolah bisa melihat tren pendaftaran siswa baru. Data itu juga bisa menjadi bahan untuk mengambil langkah selanjutnya pada PPDB tahun depan, apakah pemkot perlu menambah rombel lagi seperti tahun ini atau tidak. (sal/deb/c7/ayi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... 500 Lebih Siswa tak Tertampung, Pemerintah Wacanakan Bangun Sekolah Baru
Redaktur : Tim Redaksi