Mantan pengguna narkoba Jennifer Agatha asal Surabaya dijatuhi hukuman dua tahun penjara di Indonesia pada tahun 2021.
Ia ditangkap setelah polisi mendapatkan informasi dari temannya yang memiliki setengah gram metamfetamin.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Terpidana Mati Kasus Narkoba Mary Jane Dipulangkan ke Filipina
"Saat itu, saya enggak merasa menyesal atau bersalah, saya menyalahkan orang lain," kata Jennifer.
Perempuan 28 tahun tersebut mengatakan hukuman atas pelanggaran narkoba yang dilakukannya tidak efektif karena ia tinggal di penjara "bersama pecandu dan pengedar narkoba lainnya."
BACA JUGA: Australia Juara Menangkap Pengunjuk Rasa Lingkungan
Menurutnya, narapidana di penjara sering bertukar informasi soal bagaimana menjalankan bisnis narkoba tanpa tertangkap.
"Saya bahkan sempat berpikir bagaimana caranya mendapatkan narkoba di dalam penjara," katanya.
BACA JUGA: Dunia Hari Ini: Assad Buka Suara Lebih dari Seminggu Setelah Digulingkan
Jennifer mengaku ia sudah meninggalkan masa lalunya dan lebih memilih melanjutkan hidup dengan lebih baik.
"Yesus menemukan saya. Sekarang, saya menghabiskan sebagian besar akhir pekan saya di gereja," katanya.
Di masa depan mereka yang berada di situasi seperti Jennifer bisa jadi akan terhindar dari hukuman penjara.
Minggu lalu, Menteri Koordinator Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Imigrasi Indonesia Yusril Ihza Mahendra mengatakan pemerintah berencana mengubah undang-undang narkotika agar ada jelas hukuman yang berbeda antara bandar dan pengguna narkoba.
Untuk pengguna narkoba tidak lagi akan diberi hukuman dipenjara, melainkan akan direhabilitasi.
Ia mengatakan perubahan tersebut akan mengikuti "semangat keadilan restoratif" di bawah KUHP baru yang akan diterapkan tahun 2026 mendatang.
Yusril mengatakan pemerintah kini menganggap pengguna narkotika sebagai "korban" yang perlu "direhabilitasi dan dilakukan pembinaan" oleh negara.
Meskipun Yusril tidak menyebutkan kapan undang-undang tersebut akan diamandemen, ia mengatakan perubahan tersebut akan membantu menyelesaikan masalah kapasitas penjara yang sudah kewalahan.
Menurut data terakhir, kapasitas penjara di Indonesia saat ini menembus angka 200 persen, dengan sekitar 70 persen-nya diisi oleh mereka yang melakukan pelanggaran narkoba.
"Barangkali warga binaan akan berkurang secara drastis, tapi bukan berarti mereka bebas karena mereka tidak dipidana masuk LP," katanya.
"Tapi mereka harus direhabilitasi."Dekriminalisasi pengguna narkoba
Berdasarkan Undang-Undang Narkotika Indonesia saat ini, hukuman bagi pemakai narkotika bisa dimulai dari hukuman penjara minimal satu tahun untuk pelanggaran kepemilikan ringan hingga hukuman penjara seumur hidup.
Hukuman untuk pelanggaran penyelundupan narkoba di Indonesia adalah penjara seumur hidup atau hukuman mati.
Selama bertahun-tahun, pakar hukum dan organisasi hak asasi di Indonesia berupaya mengadvokasi agar Undang-Undang Narkotika direvisi.
Namun, para ahli hukum pidana, termasuk Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform Erasmus Napitupulu mengkritik usulan pemerintah dengan menyatakan perubahan kebijakan tersebut hanya akan memindahkan kepadatan penjara ke layanan rehabilitasi.
"Tidak semua pengguna narkoba perlu direhabilitasi," kata Erasmus tentang pengguna narkoba rekreasional atau orang-orang yang baru sekali mencoba.
Menurutnya yang lebih penting adalah dekriminalisasi pengguna narkoba.
"Yang kita butuhkan adalah dekriminalisasi pengguna narkoba, dengan memberlakukan hal yang non-punitif dan non-kriminal terhadap penggunaan narkoba bagi diri sendiri."
Erasmus mengatakan beberapa pemakai narkoba seharusnya berada di bawah yurisdiksi layanan kesehatan.
"Pengguna narkoba, dalam batas tertentu, seharusnya berada di bawah domain institusi kesehatan, bukan penegak hukum," katanya.
"Dengan dekriminalisasi, pengguna narkoba tidak lagi takut mengakses layanan kesehatan saat dibutuhkan dan kita dapat lebih mendidik masyarakat soal pengurangan bahaya [dari penggunaan narkoba]."
Para ahli hukum juga mengatakan kampanye dan pendidikan soal kecanduan narkoba perlu dipromosikan dan diterapkan secara lebih luas.
"Yang harus kita fokuskan adalah pengedar narkoba besar, bukan pengguna narkoba kecil dengan kurang dari 1 gram untuk penggunaan pribadi, yang seharusnya ditangani dengan pendekatan kesehatan," ujar Erasmus.
Lembaga Bantuan Hukum Masyarakat di Jakarta menyediakan layanan hukum gratis bagi para pengguna narkoba dan terancam hukuman mati.
Awaludin Muzaki yang mewakili lembaga tersebut mengatakan KUHP yang baru juga seharusnya memiliki peraturan yang lebih spesifik untuk kejahatan narkoba.
Ia mengatakan KUHP yang direvisi masih belum membedakan dengan jelas antara definisi pengedar narkoba dan pengguna narkoba, yang berarti pengguna masih dapat dijebloskan ke penjara.
Awaludin menambahkan usulan untuk mengirim pengguna narkoba ke pusat rehabilitasi akan tetap ada unsur interogasi, penahanan, dan risiko penganiayaan oleh otoritas.
"Pasal-pasal terkait narkotika dalam KUHP baru masih menimbulkan ancaman kriminalisasi bagi pengguna narkoba," katanya.
Kembali ke Surabaya, Jennifer mengatakan ia akan terus berada di jalannya saat ini, yakni hidup bebas tanpa narkoba.
"Fokus saya sekarang adalah mencari keselamatan dan terus menjauhi narkoba karena narkoba hanya menciptakan masalah."
Ia mengatakan disiplin dan komitmen adalah kunci yang membebaskannya dari narkoba.
"Kita harus menghindari keinginan untuk menggunakan narkoba. Semakin kita terus berusaha menghindari keinginan itu, kita malah akan menjadi semakin kuat."
Diterjemahkan oleh Natasya Salim dari laporan dalam bahasa Inggris
BACA ARTIKEL LAINNYA... Korupsi Dana Desa, Honorer Dinas PMD Kota Padangsidimpuan Divonis 5 Tahun Penjara