Pembantai Jemaah Salat Jumat Selandia Baru Dijerat 50 Dakwaan

Jumat, 05 April 2019 – 11:24 WIB
Pria berkebangsaan Australia yang mengaku sebagai Brenton Tarrant, pelaku penembakan masjid di Selandia Baru, Jumat (15/3). Foto: The Age

jpnn.com, WELLINGTON - Pelaku penembakan di Christchurch, Selandia Baru, hari ini diadili di Pengadilan Tinggi Christchurch. Polisi kemarin, Kamis (4/4) menyatakan bahwa Brenton Harrison Tarrant akan dijerat dengan 50 dakwaan pembunuhan dan 39 dakwaan usaha pembunuhan.

Tarrant tidak akan hadir secara langsung. Dia disidang lewat video siaran langsung. Dia berada di penjara dengan keamanan maksimal di Auckland. ''Kami tengah mempertimbangkan untuk mengajukan dakwaan tambahan.'' Demikian bunyi pernyataan kepolisian seperti dikutip Time. Penjelasan lebih detail tentang dakwaan tambahan tersebut akan diungkap setelah peradilan nanti.

BACA JUGA: Seruan Pengampunan dan Persatuan di Penghormatan Korban Pembantaian Christchurch

Ada kemungkinan itu adalah dakwaan tentang terorisme. Namun, UU Terorisme Selandia Baru sangat jarang digunakan. Mencari bukti-bukti kasus pembunuhan bakal lebih mudah daripada terorisme. Meski begitu, jaksa mungkin ingin menjeratnya dengan tindak terorisme untuk menunjukkan betapa bahayanya ekstremis sayap kanan sebagaimana ekstremis-ekstremis lain.

Tarrant memang bukan penjahat biasa. Dia menembaki orang-orang di dalam Masjid Al Noor dan Masjid Linwood jelang salat Jumat. Setidaknya, 50 orang tewas dan puluhan lainnya luka-luka. Sebagian masih kritis.

BACA JUGA: Intel Selandia Baru Diberi Kewenangan Memata-matai Rakyat Sendiri

Karena kasus itu sangat sensitif, pemerintah Selandia Baru tidak mengungkap di mana Tarrant ditahan. ''Saat ini dia tidak diberi akses ke televisi, radio, dan koran. Dia juga tidak diizinkan menerima kunjungan.'' Demikian bunyi pernyataan Department of Corrections Selandia Baru. Departemen tersebut bertanggung jawab mengawasi penahanan orang-orang dengan kasus tertentu.

Hakim menyatakan, ada 25 media yang sudah minta izin mengambil video, foto, dan rekaman suara dalam dengar pendapat hari ini.

BACA JUGA: Polisi Selandia Baru Diselidiki terkait Pembantaian di Masjid Chirstchurch

Semua permintaan itu ditolak. Semua pekerja media hanya diizinkan mencatat. Yang boleh dan tidak boleh diberitakan pun dibatasi. Foto Tarrant juga harus diburamkan jika dimuat di media. Itu dilakukan agar pemberitaan tidak memengaruhi para juri yang belum sepenuhnya mendengar bukti-bukti di pengadilan.

Pensiunan profesor hukum Billl Hodge mengungkapkan bahwa memburamkan foto pelaku juga memiliki tujuan lain. Yaitu, agar jaksa bisa memastikan saksi benar-benar melihat pelaku di masjid dan mengenalinya di pengadilan, bukan lewat cerita di media.

Tarrant tak didampingi pengacara. Dia memilih membela dirinya sendiri. Pemerintah Selandia Baru sempat menunjuk Richard Peters sebagai pengacaranya, tapi Tarrant menolak. Banyak pihak menilai Tarrant akan menggunakan kasusnya sebagai propaganda untuk mendorong pandangan supremasi kulit putih.

Media lokal memberitakan, jika sampai terbukti bersalah, Tarrant tidak bakal mendekam di penjara biasa, tetapi di sel isolasi. Tujuannya, dia tidak diserang tahanan lain karena pandangan supremasi kulit putihnya.

Sementara itu, Dalai Lama memuji tindakan Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern dalam mengatasi pembantaian di Christchurch. Ardern menunjukkan empati yang luar biasa. Bukan hanya itu, tindakan pengetatan kepemilikan senjata api juga langsung diambil. Saat ini aturan hukumnya sedang dalam proses penggodokan. (sha/c20/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara PM Selandia Baru Merespons Teror Tuai Pujian


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler