Seruan Pengampunan dan Persatuan di Penghormatan Korban Pembantaian Christchurch

Minggu, 31 Maret 2019 – 02:14 WIB
Pemakaman pertama korban penembakan di Christchurch, Selandia Baru. Foto: Reuters

jpnn.com, CHRISTCHURCH - Yusuf Islam alias Cat Stevens melantunkan lagu Peace Train di Hagley Park, Christchurch, Selandia Baru, kemarin (29/3). Merdu. Sebanyak 20 ribu orang yang melihatnya larut dalam kesyahduan.

Tembang itu adalah persembahan bagi warga Selandia Baru yang sedang berduka. Luka karena pembantaian di Masjid Al Noor dan Linwood Jumat (15/3) masih menyisakan lara. Lima puluh orang gugur di tangan teroris biadab.

BACA JUGA: Austria Selidiki Organisasi Anti-Islam terkait Teroris Christchurch

Lagu itu mewakili keinginan semua yang hadir. Yakni, perdamaian. Tak ada lagi kekerasan. Puluhan perwakilan dari berbagai negara hadir. Termasuk PM Australia Scott Morison.

"Ini luar biasa. Saya bangga berada di sini," kata Mustafa Boztas, orang yang selamat dari penembakan, sebagaimana ditulis NewsHub.

BACA JUGA: Intel Selandia Baru Diberi Kewenangan Memata-matai Rakyat Sendiri

Boztas datang bersama Zakaria Tuyan, bocah asal Turki yang ayahnya tertembak dan koma. Zakaria pun masih sakit. Setelah salat Asar di pengujung acara, Zakaria kembali opname.

Kedamaian begitu terasa di acara bertajuk Ko Tatou, Tatou-We Are One tersebut. Tak ada cacian, makian, atau seruan kebencian.

BACA JUGA: Polisi Selandia Baru Diselidiki terkait Pembantaian di Masjid Chirstchurch

Keluarga yang meninggal diberi kesempatan untuk berbicara. Hampir semuanya menyerukan perdamaian, pengampunan, dan persatuan. Nama korban disebut satu per satu. Tapi, tak ada satu pun yang menyebutkan nama teroris jahanam itu.

Sejak awal Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern memang ingin agar nama pelaku tak usah disebut di mana pun. Dengan begitu, dia tidak mendapat perhatian yang diinginkan dan orang lain tak bakal meniru aksinya.

"Saya menginginkan hati yang penuh dengan cinta dan perhatian serta penuh belas kasih. Hati seperti itu bakal dengan mudah memaafkan," ujar Farid Ahmed. Istrinya, Husna, adalah salah seorang korban meninggal.

Ahmed telah memaafkan pembunuh istrinya. Dia tidak ingin hidup dengan hati yang panas bak gunung berapi. Menurut dia, semua orang yang hadir kemarin berasal dari budaya dan kepercayaan yang berbeda-beda. Tapi, mereka bersama-sama layaknya sebuah kebun yang indah. Ya, Christchurch memang berjuluk Garden City.

Paparan tak kalah menyentuh disampaikan Ardern. Ibu satu anak itu mengenakan gaun hitam dan memakai jubah suku Maori yang disebut kakahu. Ardern menegaskan bahwa rasisme memang ada, tapi tidak disambut di Selandia Baru. Demikian halnya dengan kekerasan, ekstremisme, dan sejenisnya. (sha/c10/dos)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara PM Selandia Baru Merespons Teror Tuai Pujian


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler