jpnn.com - DEPOK - Asido April Parlindungan Simangunsong, terdakwa kasus pembunuhan janda cantik Febi Lorita dituntut semumur hidup di Pengadilan Negeri (PN) Depok, Selasa (7/10).
Terdakwa dijerat pasal 363 KUHP tentan Pencurian, 338 tentang Pembunuhan dan 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana. Mendengar putusan itu, Asido langsung syok dan meneteskan air mata di ruang persidangan.
BACA JUGA: Ditahan, Tersangka Kasus Bandara Sakit
Dalam amar tuntutannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Arnold Siahaan mengatakan, terdakwa terbukti secara sah, yakni melanggar pasal pasal 363 KUHP Tentang Pencurian, Pasal 338 KUHP Tentang Pembunuhan dan 340 KUHP tentang Pembunuhan Secara Berencana.
"Karena terbukti secara sah terdakwa dihukuman seumur hidup," kata Arnold dihadapan ketua mejelis hakim yang dipimpin Sapto Supriyono Hakim di Pengadilan Negeri Depok, kemarin.
BACA JUGA: Wanita yang Tewas Tanpa Bra Itu Positif Over Dosis
Seperti diketahui, Feby dibunuh Asindo April di kawasan Perum Citayam, Depok, Jawa Barat menggunakan pisau dapur lantaran cintanya ditolak. Usai membunuh Feby, jenazah dan mobil Nissan March warna putih dengan nomor polisi F 1356 KA milik korban ditinggal dekat TPU Pondok Kelapa, Jakarta Timur.
Arnold menyatakan, pihaknya mempersilahkan kepada kuasa hukum terdakwa menyampaikan keberataan saat pledoi atau pembelaan nanti. Hukuman seumur hidup itu diberikan agar kepada Asindo karena telah menghilangkan nyawa seseorang secara terencana.
BACA JUGA: Ahok Ingin Bubarkan FPI, Ini Pernyataan Kemendagri
"Kita lihat saja seperti apa nanti vonis yang dijatuhkan hakim. Toh semua sudah berjalan, kami tetap lakukan banding jika pledoi penghapusan pasal 340 KUH itu diterima hakim. Keadilan tetap harus ditegakan jika memang itu benar dilakukan terdakwa," ujarnya.
Usai pembacaaan tuntutan itu, terdakwa Asido April Parlindungan Simangunsong langsung menangis saat dibawa keluar sidang. Dirinya dan kuasa hukum tak menyangka hukuman seumur hidup itu dijatuhkan. Sambil tangan diborgol terdakwa mengusap air matanya saat dibawa ke jeruji besi pengadilan.
Menanggapi tuntutan itu, kuasa kukum terdakwa, Sahara Pangaribuan mengatakan, menanggisnya Asido karena syok atas tuntutan yang diberikan. Dimana, tuntutan yang diberikan tidak berdasar dengan fakta persidangan terkait kasus pembunuhan yang dilakukan kliennya tersebut.
"Sudah jelas menangis karena tidak sama dengan kasus yang dilakukan. Pembunuhan berencananya tidak terbukti, tetapi kenapa dijerat seumur hidup. Ini melenceng dari pasal yang dituntut," katanya.
Menurutnya, jeratan seumur hidup yang dituntut oleh JPU ke Asido terlalu prematur dijatuhkan. Sebab, dalam fakta persidangan tidak ada satu pun saksi mata yang melihat, mendengar langsung kasus tersebut. Bahkan, dari para saksi yang dihadirkan tidak ada satupun yang menyatakan kliennya tersebut melakukan pembunuhan berencana.
”Tidak ada yang bisa buktikan itu semua. Terlalu prematur sekali karena fakta hukum tidak terbukti. Memang benar pembunuhan itu terjadi, tetapi kalau direncanakan siapa yang mengatakan saksi saja tidak ada. Makanya kami bilang ini prematur,” ujar Sahara.
Sahara menjelaskan, pihaknya akan mengajukan pledoi terhadap tuntutan seumur hidup yang dibacakan JPU dipersidangan. Baik pada pasal 340 KUHP yakni pembunuhan berencana tersebut. Dari aspek yuridis dan fakta persidangan hal itu tidak bisa dibuktikan dalam persidangan yang sudah dilaksanakan.
"Kalau dituntut seumur hidup harus ada rangkaian fakta yang bisa menjerat terdakwa. Makanya kami akan melakukan pledoi. Ini semua kesalahan penyidik dan JPU yang tidak bisa menghadirkan saksi yang melihat atau mendengar pembunuhan itu saat dilakukan," jelasnya.
Karena itu juga, sambung Sahara, sidang lanjutan pada Senin (13/10), mendatang mereka akan melakukan pembelaan terhadap tuntutan tersebut. Mereka pun telah menyiapkan berkas pembelaan yang akan dibacakan dalam agenda sidang berikutnya. Mereka berharap JPU bisa melihat realitas dan bukti serta fakta persidangan yang menimpa Asido tersebut. (cok)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Polda Tunggu Kehadiran Sitok Pekan Depan
Redaktur : Tim Redaksi