Pemendiknas No 24 Tahun 2010 Dinilai Beraroma Intervensi

Senin, 21 Februari 2011 – 08:58 WIB

JAKARTA - Adanya campur tangan pemerintah dalam pemilihan rektor PTN, ternyata bukan isapan jempol semataPara rektor PTN mulai dilanda keresahan lantaran Permendiknas No 24 Tahun 2010 yang memberikan hak suara 35 persen kepada Menteri Pendidikan Nasional

BACA JUGA: PGRI: Tunjangan Profesi Pendidik Disunat

Pemberian hak suara 35 persen tersebut merupakan bentuk intervensi yang mengundang suasana tidak kondusif di kalangan kampus

  
Wakil Ketua Komisi X DPR, Heri Akhmadi,  mengatakan Permendiknas 24 Tahun 2010 hanya menimbulkan kegaduhan

BACA JUGA: Kemdiknas Akui Sertifikasi Guru Gagal

"Para guru besar senat ITS telah menyampaikan ke DPR tentang regulasi Pilrek di kampusnya
Mereka mengganggap Permendiknas yang diterbitkan Mendiknas Muhammad Nuh, mengganggu independensi PTN

BACA JUGA: Ijazah Pesantren Setara Pendidikan Umum

Sehingga perlu dikaji kembali," tuturnya
   
Sebagai mitra pemerintah, lanjutnya, Komisi X DPR berencana untuk memanggil Mendiknas M Nuh guna klarifikasiMeski berdasarkan aturan, DPR tidak berhak atas permen tersebut"DPR sebagai lembaga kontrol, berhak mempertanyakan dan meminta penjelasan tentang suatu kebijakan ataupun peraturanBahkan bisa juga meminta pencabutan kalau menimbulkan kontroversi atau kegaduhan,” kata Heri.

Pandangan senada diungkapkan anggota Komisi X dari F-PKS, RohmaniDia  menilai Permendiknas 24/2010  harus dicabutKarena tidak kondusif dalam mendukung efektifitas kegiatan di kampusDia menegaskan, rektor harusnya dipilih oleh civitas akademika tanpa intervensi pemerintahIntervensi pemerintah juga tidak menjamin peningkatan mutu pendidikan.
   
Keresahan kalangan kampus terhadap Permendiknas No 24 Tahun 2010 yang bernada intervensi, bukan isapan jempolSeperti diungkapkan Rektor Universitas Hasanuddin (Unhas) Makassar Prof DR Idrus Paturusi, bahwa permen tersebut mengancam aktivitas kampusDunia kampus seharusnya bebas dari berbagai kepentingan, termasuk pemerintah
   
Proses pemilihan rektor ITS periode 2011-2014 yang baru saja digelar, lanjutnya, menggambarkan adanya intervensi pemerintahKarena aspirasi senat ITS digugurkan oleh adanya Permendiknas 24/2010 yang memberikan jatah suara 35 persen untuk Mendiknas"Menteri kan jabatan politik, kalau punya suara 35 persen, bagaimana dengan dosen dosennya yang berstatus PNS, kalau rektornya condong pada salah satu kepentingan," tuturnya
   
Kondisi ini, lanjutnya, sangatlah berbeda dengan permen sebelumnya, yakni Permendiknas No 67 Tahun 2008Dalam permen tersebut, memberikan ruang penuh bagi aspirasi kalangan kampusHasil pemilihan senat kampus diserahkan ke presiden untuk disetujuiDan dilaporkan kepada mendiknas
   
Anggota Senat Guru Besar ITS, Prof Jauhar Manfaat  juga menyayangkan keberadaan Permendiknas 24/2010 yang bernuansa intervensi tersebutSangat berbeda dengan Permendiknas 67/2008 yang dinilai sangat demokratis dan aspiratif

"Kalau boleh dikatakan Permendiknas 24/2010 merupakan langkah setbackBeda sekali dengan Permendiknas No 67 Tahun 2008Di mana, aspirasi dari kampus, langsung ditindaklanjuti pemerintah," tuturnya
   
Selanjutnya, Jauhar memaparkan proses pemilihan pektor Undip Semarang pada 2006Saat itu Prof Susilo Wibowo berhasil terpilih menjadi rektor dengan selisih satu suara dengan pesaingnyaSaat diserahkan ke presiden, kata dia, tidak ada masalah, Presiden SBY langsung setuju saja

“Artinya, presiden selalu inline dengan aspirasi kampusBeliau begitu menghargai suara kampusSangat berbeda dengan Permen 24/2010 yang sangat kental aroma intervensinyaIni kan bisa mempengaruhi persepsi publik terhadap pemerintah," paparnya.    

Sementara, anggota Senat ITS, Sritomo Wignyosubroto Msc mengatakan Permendinkas No 24 Tahun 2010 terbukti berdampak secara nasional bagi civitas akademikaBahwa aturan tersebut melahirkan bentuk intervensi terselubung, tidak bisa dibantah

"Berdasarkan UU Susdiknas, PTN punya otonomi yang diakui,  dan diatur di dalamnyaDan ingat, PTN bukanlah corporated atau perusahaanDimana ada pemilik saham mayoritas yang bisa mengatur sesukanyaJadi bukan berarti karena dibiayai negara, lantas harus bisa dikendalikan," tukasnya.                            

Mantan Dekan F-TI ITS itu mengatakan, otonomi di kampus PTN seharusnya dihargai dan dijagaBukan malah diinjak-injak dengan aturan baru yang mengarah kepada kepentingan politis"Bayangkan saja, seandainya mendiknasnya dari parpol, bisa lebih berbahayaSaya sepakat bahwa kampus harus steril dari berbagai kepentingan," pungkasnya(dri)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Sekolah Diminta Tak Pungut Biaya Pengayaan Unas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler