jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah berkomitmen menjaga stok dan keterjangkauan harga pupuk baik subsidi maupun non subsidi. Hal ini untuk meningkatkan produktivitas lahan petani.
Sekretaris Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian Kementan Gunawan menjelaskan bahwa pupuk sebagai salah satu sarana produksi yang sangat strategis bagi pertanian.
BACA JUGA: Produktivitas Pertanian Meningkat Lewat Program Makmur Pupuk Kaltim
Selain mempengaruhi capaian produksi, ketersediaan pupuk ini juga berdampak sangat luas karena menjangkau sekitar 17 juta petani, pada 6.063 kecamatan, 489 kabupaten, dan 34 provinsi.
Hal ini dia sampaikan dalam webinar Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bertemakan “Perbaikan Tata Kelola Pupuk: Realitas dan Fakta” yang digelar pada Minggu (31/10).
BACA JUGA: Kementan dan Komisi IV DPR Komitmen Perbaiki Distribusi Pupuk Subsidi
Gunawan menuturkan berkaitan pupuk bersubsidi tata kelolanya menjadi perhatian seluruh pihak terkait. Terlebih di era 4.0 yang mana transparansi publik dan pertanggungjawaban sosial selalu menjadi sorotan.
Menurut Gunawan, upaya peningkatan produktivitas pertanian dapat terwujud salah satunya dukungan dari kegiatan pemupukan.
BACA JUGA: Perlu Mengkaji Pengalihan Subsidi Pupuk Menjadi Subsidi Harga Makanan Pokok
“Proses pemupukan yang tepat sasaran berkontribusi tinggi dalam pencapaian produksi pertanian seperti padi,” ujar dia.
Berdasarkan data Ditjen PSP Kementan kebutuhan pupuk untuk petani mencapai 22,57 - 26,18 juta ton atau senilai Rp 63-65 triliun dalam lima tahun terakhir.
Namun, dikarenakan keterbatasan anggaran pemerintah hanya dapat mengalokasikan pupuk bersubsidi sebanyak 8,87 juta- 9,55 juta ton dengan nilai anggaran Rp 25-32 triliun.
Sementara Direktur Pupuk dan Pestisida Ditjen PSP Kementan Muhammad Hatta menjelaskan ada lima potensi masalah yang menjadi persoalan pupuk bersubsidi.
Lima masalah itu adalah perembesan antar wilayah, isu kelangkaan pupuk, mark up harga eceran Tertinggi (HET) pupuk di tingkat petani, alokasi menjadi tidak tepat sasaran, dan produktivitas tanaman menurun.
“Memang masalah tadi akan berdampak lebih lanjut bagi turunnya produktivitas tanaman. Disebabkan petani tidak menggunakan tepat waktu dan jumlahnya,” kata Hatta.
Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Gulat Manurung mengungkapkan petani sawit sebagai penyelamat ekonomi dan pahlawan devisa. Di saat harga TBS tinggi, petani tidak dapat menikmati dan melanjutkan rencana peningkatan produktivitas. Sebab, harga pupuk naik sangat tinggi melebihi kenaikan harga TBS sawit.
“Akan tetapi, di saat yang bersamaan kami diobok-obok semuanya oleh pelaku produsen pupuk. Yang terjadi saat ini kami merasa dianaktirikan,” kata dia. (cuy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Elfany Kurniawan