jpnn.com, JAKARTA - Pakar pertanian Prof Dr Ir Asep Saefuddin MSc mendorong pemerintah mengembangkan keberagaman komoditi untuk memperkuat ketahanan pangan Indonesia.
Dia mengatakan KUD, lembaga riset dan perguruan tinggi, perbankan, swasta dan BUMN serta penyuluh pertanian bisa direvitalisasi untuk mendapatkan agen atau aktor-aktor utama dalam swasembada pangan.
BACA JUGA: Genjot Swasembada Daging dan Kesejahteraan Peternak
Namun, substansi perubahannya harus tetap sesuai amanat pasal 33 UU 1945.
"Bisa saja model kelembagaannya sama atau sedikit dimodifikasi tetapi substansinya tidak berubah sesuai amanat pasal 33 UU 1945. Dengan demikian kebijakan swasembada pangan sebagai bagian dari pembangunan pertanian di masa datang menjadi agenda pokok pemerintahan Indonesia," kata Prof Asep menyikapi program pemerintah dalam menggenjot ketahanan pangan, Minggu (26/3).
BACA JUGA: TNI Pastikan Kawal Swasembada Pangan Indonesia
Rektor Universitas Trilogi ini menambahkan, ada paradigma yang berbeda antara politik pertanian masa silam dibandingkan masa kini. Jika masa silam (orde baru) lebih menitikberatkan pada politik perberasan, sehingga target akhirnya adalah swasembada beras.
Untuk mengatasi ancaman kelaparan, pascaperistiwa politik tahun 1965. Kini, di orde reformasi lebih menitikberatkan pada politik pangan yang berupaya mencapai swasembada pangan dengan prioritas pilihan komoditas padi, jagung, kedele dan lainnya.
BACA JUGA: Rencana Pembentukan SP3T Kental Kepentingan Politik
"Sayangnya kebijakan pertanian semenjak awal reformasi hingga kini tidak konsisten karena mengikuti visi misi presiden terpilih sejak pemilihan langsung tahun 2004," terangnya.
Meski kesuksesan swasembada beras tahun 1984 tak luput dari kritikan, tapi sejarah membuktikan bahwa capaian tersebut telah diakui badan pertanian dunia (FAO) dengan memberikan medali kepada Presiden Soeharto karena menilai Indonesia berhasil bebas dari ancaman krisis pangan.
Pertanyaannya, apakah Indonesia mesti mengulangi kebijakan politik pertanian pada masa itu atau kah mendekonstruksi ulang sebagai basis awal mewujudkan kedaulatan dan kemandirian pangan?
“Mestinya tidak demikian. Justru yang mesti dicontoh adalah bagaimana pemerintah saat ini dan masa datang mengambil pelajaran berharga dari kebijakan masa lalu dalam menyukseskan program swasembada beras," bebernya.
Yang tidak kalah penting, menurut Prof Asep, pemerintah pusat dan daerah perlu mengembangkan paradigma politik pangan (swasembada beras) yang bersifat multi komoditas sesuai dengan keberagaman daerah secara geografis, etno biologi maupun etnografi.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Imparsial: Tugas TNI Bukan Ngurusin Sawah
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad