Pemerintah Diminta Akui Jasa Sjafruddin Prawiranegara

Minggu, 27 Februari 2011 – 04:14 WIB

JAKARTA - Puncak peringatan satu abad Sjafruddin Prawiranegara diperingati bertepatan dengan tanggal kelahirannya, Senin (28/2) besokAcara akan berlangsung di aula Bank Indonesia (BI) Jakarta

BACA JUGA: UU Otsus Papua Mesti Dibedah Lagi



Rencananya, Panitia Satu Abad Mr Sjafruddin Prawiranegara (1911-2011) juga bakal meluncurkan buku biografi Mr Sjafruddin Prawiranegara, Presiden/Ketua PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia)
Menurut ketua panitia penyelenggara, AM Fatwa, sebelum puncak acara juga sudah dilaksanakan serangkaian kegiatan menghimpun sejarah sosok dan kiprah Mr Sjafruddin Prawiranegara yang tidak tercatat

BACA JUGA: Wartawan di Aceh Kecam Dipo Alam



“Ada serpihan sejarah yang tidak tercatat, apalagi ia belum menjadi pahlawan nasional,” kata Fatwa, di Jakarta, Sabtu (26/2).Selain itu, peringatan satu abad Sjafruddin Prawiranegara bertujuan agar kaum muda menjadi lebih mengenal Sjafruddin sebagai tokoh perjuangan kemerdekaan


“Kami mengajak seluruh rakyat Indonesia agar berdamai dengan sejarah,” ujarnya, apalagi Pemerintah telah menetapkan tanggal 19 Desember sebagai Hari Bela Negara.

Dosok dan kiprah Sjafruddin yang perlu dikenal adalah perannya dalam mengendalikan pemerintahan darurat sejak PDRI terbentuk tanggal 19 Desember 1948 di Bukittinggi (Sumatera Barat) dan menyerahkan mandat PDRI kepada Soekarno-Hatta di Yogyakarta tanggal 13 Juli 1949, akan

BACA JUGA: Pengumuman Tenaga Honorer Tunggu PP

“Malah, kita bisa mengakui Sjafruddin sebagai presiden kedua,” tandasnya.

Mengutip pernyataan Ketua MPR Taufiq Kiemas ketika panitia beraudiensi dengan pimpinan MPR pada 8 Februari 2011 lalu, Fatwa mengatakan bahwa peran heroik Sjafruddin selama pergulatan kemerdekaan.tak bisa dipungkiri lagi

Berdasarkan data yang dihimpun panitia peringatan seabad Sjafruddin, tokoh PDRI itu lahir di Serang, 28 Februari 1911 dan wafat di Jakarta, 15 Februari 1989Sjafruddin adalah pejuang kemerdekaan RI yang menjabat pernah sebagai Presiden/Ketua PDRI merangkap Menteri Pertahanan serta Menteri Penerangan dan Urusan Luar Negeri ketika pemerintahan RI di Yogyakarta dikuasai Belanda setelah agresi militer II pada 19 Desember 1948, dan Presiden Soekarno bersama Wakil Presiden Mohammad Hatta diasingkan ke Pulau Bangka.

Dalam tubuh Sjafruddin mengalir darah campuran Banten dan MinangBuyutnya, Sutan Alam Intan, keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat, yang dibuang ke Banten karena terlibat Perang PadriSutan menikahi puteri bangsawan Banten, yang melahirkan kakeknya yang kelak memiliki anak bernama R Arsyad PrawiraatmadjaArsyad, ayah Sjafruddin yang bekerja sebagai jaksa tetapi dekat dengan rakyatIa dibuang Belanda ke Jawa Timur.

Sjafruddin menempuh pendidikan ELS (Europeesche Lagere School) setara sekolah dasar (SD) tahun 1925, MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs) setara sekolah menengah pertama (SMP) di Madiun tahun 1928, dan AMS (Algemeene Middelbare School) setara sekolah menengah atas (SMA) di Bandung tahun 1931Ia lulusan Rechtshogeschool (Sekolah Tinggi Hukum, sekarang Fakultas Hukum Universitas Indonesia) di Jakarta (Batavia) dan bergelar Meester in de Rechten.

Sjafruddin juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri KemakmuranIa menjadi Wakil Perdana Menteri tahun 1946, Menteri Keuangan yang pertama tahun 1946, dan Menteri Kemakmuran tahun 1947Saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran terjadi agresi militer kedua Belada yang menyebabkan pembentukan PDRI di Sumatera.

Seusai menyerahkan kembali kekuasaan Pemerintah Darurat RI, ia menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri tahun 1949, kemudian Menteri Keuangan tahun 1949-1950Selaku Menteri Keuangan dalam Kabinet Hatta, bulan Maret 1950 ia memotong uang bernilai Rp 5 lebih hingga separuhKebijakan moneternya dikritik dan dikenal dengan julukan Gunting Sjafruddin.

Sjafruddin menjadi Gubernur Bank Sentral Indonesia yang pertama, tahun 1951Sebelumnya, ia adalah Presiden Direktur Javasche Bank yang terakhir, kelak namanya menjadi Bank Sentral IndonesiaIa menulis buku Sejarah Moneter dibantu Oei Beng To, Direktur Utama Lembaga Keuangan Indonesia.

Awal tahun 1958, PRRI (Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia) berdiri akibat ketidakpuasan terhadap pemerintah karena ketimpangan sosial yang terjadi dan pengaruh komunis, khususnya Partai Komunis Indonesia (PKI), yang menguatIa diangkat sebagai Presiden PRRI yang berbasis di Sumatera TengahDalam kabinet PRRI, Sjafruddin adalah Perdana Menteri merangkap Menteri Keuangan.

Bulan Agustus 1958, perlawanan PRRI berakhir dan pemerintah pusat di Jakarta menguasai kembali wilayah-wilayah yang sebelumnya bergabung dengan PRRIKeputusan Presiden Nomor 449 Tahun 1961 menetapkan pemberian amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut pemberontakan, termasuk PRRI.

Sjafruddin beristri Tengku Halimah Syehabuddin, seorang wanita kelahiran AcehMemasuki masa tuanya, ia menjadi seorang mubaligDalam aktivitas keagamaannya, ia menjadi Ketua Korp Mubalig Indonesia (KMI)Tetapi berkali- kali tokoh Partai Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia) ini dilarang berkhotbahBulan Juni 1985, ia diperiksa karena isi khotbah Idul Fitri 1404 H di Masjid Al-A’raf, Tanjungpriok, Jakarta(fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 51.075 Honorer Tunggu Penetapan NIP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler