Pemerintah Diminta tak Terburu-buru Ratifikasi FCTC

Jumat, 29 November 2013 – 10:10 WIB

JAKARTA - Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, meminta pemerintah tidak terburu-buru meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Dia menyarankan pemerintah terlebih dulu melihat negara lain dalam menangani masalah rokok. FCTC juga belum tentu cocok dengan Indonesia.
 
"Ratifikasi FCTC nanti dulu. Jangan cepat-cepat. Kita tengok kanan kiri dulu. Lihat bagaimana China, Amerika, Zimbabwe, dan negara lain," kata Ganjar dalam rilis yang diterima JPNN, Jumat (29/11).

Ia menegaskan, komoditas cengkeh di dunia industri rokok sangat krusial. Tanpa cengkeh, maka produksi tembakau pun akan sia-sia. Ujungnya, akan berdampak pada kerugian petani dan pengangguran.

BACA JUGA: Indonesia Serius Kembangkan KEK

"Kalau cengkeh kita mandeg, maka buruh linting di Indonesia akan habis. Kecuali pemerintah bisa adakan lapangan kerja mendadak," tandas dia.
 
Dirinya juga tak memusingkan jika pihak Kementerian Kesehatan ngotot meratifikasi FCTC. Pihaknya yakin jika Kementerian lain mendukung rokok, maka industri rokok di Indonesia akan maju.

"Bolanya bukan pada Menkes, tapi pada Presiden. Lihat bagaimana Mendag, Mentan, Menperin. Kalau semuanya sudah oke, ya berarti Presiden juga pasti sudah oke," imbuh politisi PDIP itu.

BACA JUGA: Rupiah Melemah, Harga Mie Instan Naik

Menurut Ganjar, perlu ada kebijakan atau regulasi yang mendukung tembakau.  "Kita sekarang berjuang agar bisa mempermudah tembakau, kita tumbuhkan produksinya. Ekspor kita genjot, baru terus kita jaya," tambah dia lagi.

Aturan itu, nantinya juga jangan hanya berpihak pada pengusaha saja. Tapi petani dan perajin juga harus ikut merasakan dampak positifnya.

BACA JUGA: Rupiah Tembus 12.000 per USD

"Kita sekarang sedang membuat relasi antara petani dengan rokok, sehingga cita-cita untuk masyarakat sejahtera segera tercapai. Masalahnya jangan cuma pengusaha yang makmur karena tembakau tapi perajin dan petani juga," tandas Ganjar.

Ismanu Sumiran, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), menilai, regulasi tembakau dan rokok ternyata justru semakin memojokan industri lokal dan menguntungkan pabrikan asing. "Ini memangkas kekuatan ekonomi," tegas dia.

Ismanu menegaskan, kekuataan industri rokok sudah teruji. Selain memberikan sumbangan pajak, baik cukai maupun pajak badan, industri ini juga menyerap banyak tenaga kerja.

"Sejarah sudah membuktikan, ketika krisis ekonomi, justru pabrik rokok kretek yang bisa bertahan,malah bertambah dari dahulu 600 pabrik sekarang bisa 5000 pabrik," tambahnya.

Apalagi, lanjut Ismanu, industri rokok nasional  berangkat dari tiga pilar yakni, konstisusional, kemandirian ekonomi, dan kearifan lokal. Para pengusaha cukup bangga memenuhi tiga pilar tersebut, karena industri ini dinilai  mampu menyerap tenaga kerja hingga lebih dari 6 juta orang. "Yang jelas, kami tidak rela kalau industri ini termarjinasi," pungkasnya.(rls/fuz/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... IHSG Berpotensi Rebound


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler