jpnn.com, JAKARTA - Pengamat Intelijen Stanislaus Riyanto menyoroti munculnya lembaga swadaya masyarakat (LSM) asing yang mendukung kemerdekaan Papua.
Menurutnya, kehadiran LSM tersebut tidak hanya terbatas pada kegiatan kampanye di luar negeri saja, seperti yang dilakukan Free West Papua Campaign atau West Papua Interest Association, tetapi bisa juga mencakup kegitatan langsung di tanah Papua.
BACA JUGA: Waspada, Kamuflase Informasi LSM Asing terkait Karhutla di Papua
Kegiatan-kegiatan tersebut dapat diselubungkan dalam bentuk aksi sosial yang berpotensi membahayakan stabilitas Papua.
Ada kemungkinan aktivitas tersebut bisa menyalurkan dukungan dalam bentuk dana dan teknis kepada aktivis separatis Papua.
BACA JUGA: Tekanan LSM Asing Rugikan Petani Tembakau di Indonesia
Dia mengatakan campur tangan dari LSM asing tersebut dapat juga mengakibatkan keresahan yang mampu memicu pecahnya kerusuhan.
Kerusuhan tersebut bisa dipakai menyalahkan kebijaksanaan dan aktivitas pemerintah Indonesia di Papua, menjustifikasi gerakan separatis Papua, dan menuntut dunia untuk intervensi.
BACA JUGA: Pemerintah Diminta Usir LSM Asing yang Beroperasi Ilegal
"Adanya keterlibatan asing dalam kerusuhan di Papua termasuk dalam bentuk dana dan logistik," kata Stanislaus Riyanto dalam keterangan tertulisnya, Minggu (11/9).
LSM asing pro-kemerdekaan Papua menggunakan dalih pembelaan masyarakat lokal terhadap pelanggaran HAM, dan ketidakadilan dalam pemanfaatan sumber daya alam setempat.
"Tidak menutup kemungkinan kalau sebenarnya tujuan utama dari aktivitas mereka adalah untuk kepentingan mereka sendiri atau pihak-pihak yang berdiri di belakang mereka," lanjutnya.
Selama ini, telah banyak ditemukan bukti beberapa LSM asing melakukan aktivitas yang tidak sesuai dengan misi utama memenuhi permintaan dari pemberi dana.
Salah satu contoh adalah program SETAPAK 3 yang dikelola oleh The Asia Foudation (TAF) dan didanai oleh UK Climate Change.
Pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) di Papua dipandang akan membawa banyak dampak negatif pada program SETAPAK 3.
Oleh karenanya, sejak Mei tahun ini, TAF mulai mendanai sejumlah kelompok separatis dan media independen di Papua untuk menolak DOB dan mencabut Otsus, termasuk Komite Nasional Papua Barat, United Liberation Movement for West Papua, Aliansi Mahasiswa Papua.
Kementerian Kehutanan telah meluncurkan laporan tertanggal 15 Februari 2021 untuk membantah tudingan terkait bertambahnya deforestasi di Papua dan Papua Barat, dengan Surat Keputusan Pelepasan Kawasan Hutan (PKH) dari BKPM dan Kementerian Kehutanan.
Laporan tersebut menyatakan, hampir seluruh deforestasi yang terjadi dalam area PKH tidak disebabkan oleh SK tersebut.
Oleh karena itu, tidak benar pernyataan yang menyebutkan bahw DOB akan memperparah kondisi deforestasi di Papua di masa mendatang. (jlo/jpnn)
Redaktur & Reporter : Djainab Natalia Saroh