jpnn.com, JAKARTA - Anggota Komisi X DPR RI Prof. Djohar Arifin Husin menuding pemerintah akal-akalan dalam pengadaan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau PPPK guru 2021.
Dia menilai pemerintah hanya gembar-gembor dengan program 1 juta PPPK guru, padahal realitanya anggarannya tidak ada.
BACA JUGA: Dipaksa Mengajukan Formasi PPPK 2022 Sebanyak-banyaknya, Kepala Daerah Ajukan SyaratÂ
Sebab, faktanya daerah juga yang diharuskan menanggung gaji dan tunjangan PPPK guru.
Politikus Fraksi Gerindra ini mengulas balik adanya rencana pengadaan PPPK guru. Awalnya antara Komisi X DPR RI dan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi (Kemendikbudristek) sepakat untuk mengangkat seluruh guru honorer menjadi PPPK.
BACA JUGA: Para Bupati Ini Mendesak Pusat Prioritaskan Guru Honorer Tua Jadi PPPK
Tadinya, kata Prof.Djohar, Komisi X minta guru honorer diangkat langsung dan hanya didasarkan pada masa kerja.
Namun, Kemendibudristek menyatakan tidak boleh karena bertentangan dengan UU ASN atau Aparatur Sipil Negara.
BACA JUGA: Penetapan NIP PPPK Guru Tahap 1 di Atas 80 Persen, SK yang Dicetak Malah Minim, Salah Siapa?
"Kami setuju dengan catatan formalitas saja. Nyatanya, prosesnya jadi seribet ini," kata Prof. Djohar dalam rapat dengar pendapat panitia kerja formasi guru tenaga kependidikan PPPK Komisi X DPR RI, Senin (4/4).
Ironisnya, lanjutnya, yang sudah lulus PPPK sebagian besar belum mendapatkan SK. Dari 173 ribuan, yang sudah diberikan SK PPPK baru 34 ribuan.
Malah ada 193 ribuan guru honorer lulus passing grade, tetapi tidak kebagian formasi.
Dari serentetan kejadian tersebut, Prof. Djohar menilai pemerintah berupaya untuk tidak mengangkat seluruh guru honorer. Kendala utamanya adalah anggaran minim.
Dia pun meminta pemerintah untuk kembali pada kesepakatan awal Komisi X dan Kemendibudristek. Jangan rusak lagi kesepakatan yang sudah dibuat.
"Pemerintah bertobatlah. Sudah cukup dengan intrik-intrik ini karena banyak guru honorer menderita dengan kebijakan pemerintah," pungkas Prof. Djohar. (esy/jpnn)
Redaktur : Djainab Natalia Saroh
Reporter : Mesyia Muhammad