Pemerintah Dituntut Tuntaskan Masalah Pekerja Anak

Rabu, 25 Agustus 2010 – 19:29 WIB
JAKARTA - Penarikan pekerja anak dari dunia kerja harus direncanakan secara matang, serta tuntas dari akarnyaTidak hanya menyelesaikan persoalan pendidikannya, namun juga penyelesaian secara ekonomi

BACA JUGA: Kewenangan KPK Tangani Pencucian Uang Tergantung DPR

Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan Indonesia (LKPPI), Ading Sutisna, di Jakarta, Rabu (25/8).

Rencana tersebut menurutnya membutuhkan kemauan politik yang lebih kuat, salah satunya yakni dengan melibatkan lebih banyak kementerian lagi, terutama Kemenko Kesra dan Kementerian Perekonomian
"Masalah penarikan pekerja anak ini tidak cukup diselesaikan oleh Kemendiknas dan Kemenakertrans saja, karena akar dari masalah pekerja anak itu justru persoalan ekonomi," kata Ading lagi.

Selain mendata pekerja yang masuk di usia anak, pemerintah menurut Ading juga harus mendata keluarganya

BACA JUGA: Ratusan Politisi PPP jadi Penjamin Bachtiar Chamsyah

Menurutnya, jika ini tidak berhasil, maka besar kemungkinan anak akan kembali lagi bekerja atau dipekerjakan
"Kita harus melihat permasalahannya

BACA JUGA: Kemenakertrans Keluhkan Tak Punya Jalur Instruktif

Sebagian besar pekerja anak itu tidak hanya membiayai diri mereka, tapi juga keluarganyaMaka harus didata, jangan-jangan keluarga mereka masuk dalam keluarga pra-sejahteraIni harus diselesaikan juga," jelasnya.

Ading  menambahkan, dengan latar belakang pekerja anak yang unik tersebut, menurutnya anak-anak itu baiknya ditempatkan di sekolah-sekolah yang berasramaSelain itu juga, pemerintah harus menjamin 100 persen kebutuhan, terutama biaya sekolahnyaJika tidak, maka kemungkinan untuk putus sekolah akan menjadi sangat tinggi"Sekolah konvensional tidak cukup untuk merekaKalau mereka kembali lagi ke rumah yang lingkungannya tidak sehat, sewaktu-waktu mereka bisa kembali bekerja lagi," tegas Ading.

Sementara itu secara terpisah, Direktur Jenderal (Dirjen) Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan, I Gusti Made Arka mengatakan, pihak Kemenakertrans setiap tahunnya menarik sebanyak 3.000 anak dari dunia kerjaPenarikan tersebut dilakukan di 13 provinsi dan 50 kabupaten/kota, serta bekerjasama dengan Kemendiknas dan Bappenas.

Dijelaskannya, dalam proses itu setiap kabupaten atau kota mengajukan data tentang jumlah pekerja anak yang terdapat di daerahnyaData tersebut kemudian diidentifikasi bersama sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM)"Langkah pertama dilakukan pembinaan bersama para LSM," ujar Made Arka.

Selanjutnya dikatakan lagi, setelah dilakukan pembinaan, baru kemudian anak-anak tersebut dimasukkan ke sekolah-sekolah, sesuai dengan jenjangnyaPemerintah - dalam hal ini dinas pendidikan - harus menyediakan 'bangku' untuk anak-anak tersebut"Karena kerjasama dengan Kemendiknas, maka dinas pendidikan setempat harus menyediakan kursi sekolah untuk mereka," terangnya.

Sementara itu, Made Arka juga mengungkapkan sejumlah kendala terutama terkait pengawasanIa melaporkan bahwa jumlah pengawas tenaga kerja di Indonesia masih jauh dari idealDi mana katanya, untuk mengawasi sekitar 208.813 perusahaan di Indonesia, masih dibutuhkan sejumlah 1.172 pengawas lagiMenurutnya pula, idealnya satu orang pengawas adalah untuk lima perusahaanNamun faktanya, hanya tersedia 2.308 pengawas dengan kebutuhan total 3.480 orangJumlah tersebut terdiri dari pengawas umum (1.605 orang), pengawas spesialis (254 orang) dan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (449 orang)(cha/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Libido Kekuasaan Meningkat


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler