Pemerintah Harus Hormati Putusan MA Soal Permenhub 26/2017

Jumat, 15 September 2017 – 04:37 WIB
Gedung Kementerian Perhubungan. Foto dok JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Mahkamah Agung yang menganulir 14 pasal dalam Permenhub 26 tahun 2017 sudah final. Pasal-pasal itu tidak boleh digunakan lagi dalam produk hukum apa pun di masa yang akan datang.

“Kalau dibuat lagi itu merupakan bentuk pembangkangan terhadap pengadilan dan mencederai prinsip negara hukum,” ujar Direktur Pusat Pengkajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Fakultas Hukum Universitas Jember Bayu Dwi Anggono saat dihubungi, Kamis (14/9).

BACA JUGA: Kemenhub Bakal Gelar Misbar di Monas

Menurut Bayu, pemerintah yang selalu menjunjung tinggi hukum mestinya menaati keputusan MA yang telah menganulir 14 pasal tersebut.

Karena itu, dia meminta Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi tidak lagi menerbitkan aturan yang substansinya sama dengan pasal-pasal tersebut.

BACA JUGA: MA Persilakan Masyarakat Laporkan Kejanggalan Sidang

“Hal itu sesuai dengan asas legalitas dan asas kepastian hukum,” kata Bayu.

Selain itu, Bayu juga meminta Menhub sebagai pejabat pemerintahan untuk menaati Undang-Undang nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang mengatur kewajiban pejabat pemerintah dalam menjalankan tugas kenegaraan.

BACA JUGA: Kemenhub Hibahkan ex Kantor Pelayanan Pelabuhan, Nominalnya?

Salah satunya adalah asas kepastian hukum yang mengatur kepatuhan terhadap putusan pengadilan.

“Intinya, bila MA mengabulkan permohonan judicial review, maka amar putusan menyatakan materi dalam produk hukum di bawah undang-undang itu bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang lebih tinggi,” ujar Bayu.

Terkait keberadaan moda transportasi online yang dianggap tidak memiliki payung hukum, Bayu menganggap pemikiran tersebut adalah keliru.

Sebab, MA tidak membatalkan secara keseluruhan Permenhub tersebut. Karenanya, transportasi online tetap memiliki payung hukum.  

Dia berharap agar semua pihak menghormati keputusan MA dan tidak menafsirkan secara serampangan sesuai kepentingannya masing-masing.

“Indonesia negara demokrasi yang berdasarkan hukum, saat penyusunan semua pihak sudah dilibatkan masukan dan pemikirannya. Jadi saat aturan itu diuji dan diputus oleh MA maka perbedaan pendapat harus diakhiri, semua pihak harus menerimanya,” kata pakar hukum tata negara tersebut.

Adapun 14 pasal yang dianulir oleh MA secara umum mengatur seputar pengaturan tarif, wilayah operasional, kuota kendaraan operasional, domisili tanda kendaraan bermotor, STNK yang berbadan hukum, dan pengujian Sertifikasi Registrasi Uji Tipe (SRUT). (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara Letung Diharapkan Rampung Akhir Tahun


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler