JAKARTA - Pemerintah menjamin fluktuasi harga minyak mentah dunia tidak akan menjebol daya tahan APBNMenkeu Agus Martowardojo mengatakan, defisit APBN masih tetap terjaga paling tidak tetap di bawah ambang psikologis 2 persen.
"Meskipun ICP (harga minyak mentah Indonesia) USD 100 per barel pun, ekonomi kita terjaga," kata Agus dalam diskusi Forum Komunikasi Wartawan Ekonomi Makro di Jakarta, Sabtu (19/3)
BACA JUGA: Tsunami Jepang tak Pengaruhi Pasar Toyota
Agus mengatakan, daya tahan APBN baru akan bermasalah jika nilai tukar rupiah melemahAgus mengatakan, saat ini yang menjadi fokus perhatian pemerintah adalah memperbaiki kebijakan subsidi agar tepat sasaran
BACA JUGA: Pemerintah Pastikan Harga BBM Tidak Naik
"Kita tidak berencana untuk membuat subsidi itu hilangBACA JUGA: Kelangkaan BBM Terindikasi Akibat Penyelundupan
Bukan umum, generik, general dan tidak berhak menikmati ikut menikmanti," kata Agus.Dia mengatakan, dengan subsidi BBM sekitar Rp 95,5 triliun, akan ada beban yang seharusnya bisa diperuntukkan untuk kebutuhan lain"BBM itu habis dibakar kanItu sama dengan membangun 95 ribu SD, SMP, dan SMA," kata Agus
Ekonom Universitas Indonesia Chatib Basri mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan cara paling tepat untuk mempertahankan stabilitas makroekonomiMeskipun akan berdampak langsung terhadap inflasi, penyesuaian harga dinilai mampu mencegah peletusan bubble (gelembung) ekonomi yang masih menjadi ancaman perekonomian Indonesia.
Bank Dunia memperkirakan, jika harga minyak mentah dunia bergerak ke titik harga USD 120 per barel, subsidi BBM bisa membengkak hingga Rp 200 triliun"Kalau tidak di-adjust, pasar akan berpikir budget tidak tahan," kata Chatib.
Chatib mengatakan, ketika pasar berpikir APBN tidak akan mampu menahan kenaikan harga minyak, akan muncul ekspektasi kenaikan hargaHal tersebut akan memicu ekspektasi inflasiJika ekspektasi inflasi naik, yield atau imbal hasil obligasi negara akan naik dan berujung pada jatuhnya harga"Sebelum harga jatuh, investor akan melepasnyaIni yang membuat potensi reversal (pembalikan) modal," kata Chatib
Padahal, lanjut dia, aliran modal masuk lebih banyak digunakan untuk mengoleksi surat utang negara"Modal yang masuk hingga 1,6 persen GDP itu ke bondKalau terjadi flow keluar, itu terjadi di bond," katanyaJika itu terjadi, stabilitas makroekonomi terutama dari sisi fiskal akan terganggu(sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemerintah Cadangkan Rp 14,8 T untuk Listrik
Redaktur : Tim Redaksi