Pemerintah Sebaiknya Jangan Larang TikTok Shop, Tetapi Kenakan Pajak

Senin, 25 September 2023 – 20:39 WIB
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan Pemerintah seharusnya tidak melarang TikTok Shop, tetapi menerapkan pajak. Foto: source for JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA menyatakan Pemerintah seharusnya tidak melarang TikTok Shop, tetapi menerapkan pajak.

Hal itu diungkapkan Denny melalui video yang diunggah akun media sosial resminya, DennyJA_World di Instagram, Minggu (24/9).

BACA JUGA: Angkat Bicara soal TikTok Cs, Jokowi Tak Ingin Ekonomi Lokal Tergerus

Denny menyampaikan seharusnya perkembangan teknologi tidak boleh dilarang oleh sebuah kebijakan politik dari pemerintah. 

Apalagi, jelasnya, jika kebijakan tersebut membatasi atau melarang aktivitas dari platform teknologi.

BACA JUGA: TikTok Cs Enggak Boleh Jualan, Zulhas: Hanya Promosi

Menurutnya, tren teknolog  dan peradaban lebih kuat dibandingkan pemerintahan nasional manapun.

"Itulah respon saya ketika membaca berbagai seruan di media sosial TikTok shop. Salah satunya menyatakan, pemerintah harus tegas menyikapi TikTok yang ogah pisahkan bisnis media sosial dan e-commerce," terang Denny dikutip JPNN.com, Senin (25/9).

BACA JUGA: Inilah Keputusan Pemerintah soal Tiktok Shop, Tidak Boleh Medsos Merangkap Perniagaan

Dia menyampaikan sebagian publik ingin agar e-commerce dipisahkan dari media sosial.  

Saat ini tengah santer Menkop UKM akan melarang praktek yang menggabungkan media sosial dan e-commerce sekaligus.

Namun, bagaimana bisa memisahkan dan melarang jika teknologi inovasinya sudah sampai di sana?

Denny lantas mengurai persoalan tersebut dalam tiga tahap perkembangan teknologi dalam industri online. 

Pertama, datangnya e-commerce di tahun 1994. Ini adalah era awal meluasnya jaringan internet dengan Perusahaan raksasa Amazon yang memulai online shopping.

"Amazon melihat ada potensi luar biasa di dunia internet dan ada peluang mengalihkan belanja dari offline di darat menjadi online di viral di udara," jelas Denny JA.

Dia menjelaskan pada 2000-an datanglah revolusi social commerce yang mana belanja online dikombinasi dengan media sosial.

"Yang pertama-tama menggabungkan ini justru bukan TikTok, tapi Instagram dan Facebook," jelas Denny JA.

Ketiga, lebih dari itu muncul tahap online shopping berikutnya seperti live commerce ini terjadi di tahun 2010 yang bisa membangun komunikasi antara penjual dan pembeli.

"Interaksi antara penjual dan pembeli menjadi lebih hidup, personal, layaknya seperti pertemuan di darat," terang Denny JA.

Dia menilai, TikTok Shop memang bisa mencapai penjualan yang lebih meledak walaupun datang belakangan. 

Di 2022, TikTok Shop di tingkat dunia sudah menghasilkan Rp 250,5 triliun dan sebagian besar penjual di Indonesia.

"Di Indonesia, TikTok sudah meraih penjualan Rp 228 miliar," kata DennyJA.

Pengguna TikTok di Indonesia menempati urutan nomor 2 terbanyak di dunia. Dari sisi daya tarik penjualan, kini TikTok Shop sudah mengalahkan Shopee, dan Instagram, Facebook dan lazada. 

"TikTok Shop juga sudah membuat Tanah Abang sepi," jelas Dennya JA.

Pertanyaan yang muncul saat ini mengapa TikTok Shop bisa sehebat itu? 

"Sihirnya adalah harga lebih murah. Itulah hukum besi ekonomi. Siapapun yang bisa menawarkan harga lebih murah akan menjadi raja," jelas Denny JA.

Masalahnya, bisa mulai dari how? bagaimana TikTok Shop bisa menjual lebih murah dibandingkan pihak lain? Ini rahasianya. 

Pertama, itu karena pemilik TikTok yaitu Byte dance di Beijing mempunyai algoritma trend barang yang laku. Data ini memberikan mereka informasi untuk produksi massal barang sejenis secara lebih murah. 

"Makin banyak sebuah barang diproduksi masal, lebih murah biaya barang itu. Ini juga hukum besi ekonomi," kata Denny JA.

TikTok Shop juga banyak mengambil barang-barang dari Cina, yang bahan baku serta upah buruh jauh lebih murah.

"Sehingga, mereka bersedia bakar uang. Mereka menyediakan fitur ongkos kirim gratis," jelas Denny JA.

Menurut Denny JA pemerintah jangan melarang keberanian dan kemampuan sebuah usaha yang menawarkan barang lebih murah, justur publik luas sangat diuntungkan oleh harga lebih murah.

Namun, pemerintah di sisi lain bisa melindungi UKM dengan mrmbuat UKM mampu untuk bersaing.  

"Pemerintah dapat memulai paket usaha itu dengan pajak!," kata Denny JA.

Dia mengatakan pemerintah harus mencari cara agar bisa menerapkan pajak dan memperoleh penghasilan dari pajak atas TikTok Shop dan usaha sejenisnya.

"Hasil dari pajak oleh pemerintah dapat digunakan untuk membuat UKM lebih bersaing," terang Denny JA.

"Misalnya pemerintah memberikan insentif kepada UKM, agar UKM punya akses ke dana, atau mendapatkan subsidi, dan pelatihan," sambungnya.

Selain itu, Pemerintah juga bisa meningkatkan literasi digital kepada UKM, dan kampanye agar publik Indonesia lebih cinta produk dalam negeri.

"Daripada ambil sikap serba mudah dan gampang tapi buruk: Melarang! ada pilihan pemerintah untuk lebih kreatif," pungkas Denny JA.(mcr8/jpnn)


Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Kenny Kurnia Putra

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler