Pemerintah Tagih Royalti Batubara Rp688 M

Selasa, 24 Februari 2009 – 08:03 WIB
JAKARTA- Sengketa royalti Dana Hasil Penjualan Batu bara (DHPB) yang melibatkan pemerintah dan pengusaha batu bara hampir tuntasMenteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengaku, kalau pihaknya sudah menerima hasil final perhitungan audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)

BACA JUGA: Indonesia Miliki 40 Persen Panas Bumi Dunia

"Hak tagih bersih pemerintah sebesar Rp 688,59 miliar," ujarnya saat rapat kerja (raker) dengan Komisi VII, Senin (23/2).
   
Hak tagih bersih tersebut merupakan selisih antara kewajiban tunggakan pembayaran DHPB dan denda keterlambatan, dengan jumlah kewajiban pengembalian (reimbursement) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang harus dibayar oleh pemerintah kepada perusahaan batu bara
"Tunggakan pembayaran DHPB oleh perusahaan pemegang Perjanjian Karya Pengusahaan dan Pertambangan Batu bara (PKP2B) Generasi I berlangsung sejak 2001," jelasnya.
   
Enam perusahaan yang menunggak DHPB antara lain PT Kideco Jaya Agung, PT Kaltim Prima Coal (KPC), PT Kendilo Coal Indonesia, PT Arutmin Indonesia, PT Berau Coal, dan PT Adaro Indonesia

BACA JUGA: Komisi VII Tunda Penetapan Alpha BBM

Total, jumlah tunggakan mencapai Rp 864,07 miliar dan USD 330,20 juta
Alasan perusahaan menunggak pembayaran karena pemerintah juga tidak membayar reimbursement Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
   
Menurut Purnomo, berdasarkan hasil audit BPKP yang dikirimkan pada 23 Desember lalu, disebutkan bahwa denda terhadap saldo yang ditahan oleh keenam kontraktor PKP2B Generasi I sebesar USD 132,62 juta dan Rp 695,64 miliar.  Sehingga total kewajiban DHPB yang harus ditagih sebesar USD 735,85 juta dan Rp 2,34 triliun.
   
Setelah ditambah dengan tunggakan kewajiban Pajak Penjualan (PPn), maka jumlah total tagihan pemerintah kepada perusahaan batu bara mencapai USD 744,94 juta dan Rp 2,84 triliun

BACA JUGA: Dua Mega Proyek Kelistrikan Dibangun di Jambi

"Sedangkan kewajiban pemerintah atas reimbursement PPN yang harus dikembalikan kepada perusahaan batu bara sebesar Rp 7,18 triliun," katanya.
   
BPKP sendiri mengajukan dua alternatif penyelesaianPertama, pemerintah dan perusahaan batu bara membayar kewajiban masing-masingAlternatif ke dua, menggunakan mekanisme kompensasi atas kewajiban pembayaran DHPB dan reimbursement PPNArtinya, kewajiban masing-masing pihak dijumlah, dan yang masih kurang harus membayarBerdasar audit BPKP, tunggakan perusahaan batu bara masih lebih besar dibandingkan kewajiban reimbursement PPN oleh pemerintah,  yang nilainya Rp 688,59 miliar.
   
Departemen ESDM pada 22 Januari lalu sudah mengusulkan kepada Departemen Keuangan agar memilih alternatif  keduaArtinya, perusahaan batu bara harus segera menyetor kekurangan sebesar Rp 688,59 miliar.  Dan usulan itu sudah diterima enam perusahaan batu bara"Mekanisme ini kami usulkan karena paling memungkinkan untuk dilaksanakan, sebab ada unsur kesetaraan dan tidak ada lagi resistensi dari pihak lain," terangnya(owi/bas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... 2008, Investasi Kelistrikan Capai USD 4.759,9 Juta


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler