JAKARTA - DPR menilai bahwa pemerintah tidak tegas menindak pelanggaran UU 32/2002 tentang Penyiaran dan PP 50/2005 tentang Peraturan Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta atas monopoli siaran televisi.
”Apa yang dilakukan pemerintah terlihat bahwa lebih memihak ke pengusaha daripada menghormati Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang punya wewenang soal ituSikap itu mencerminkan pemerintah membiarkan terjadinya pelanggaran atas kasus itu
BACA JUGA: Mahfud Jamin Anas Bersih
Itu berbahaya,” papar anggota Komisi I DPR Effendy Choirie di Jakarta, Senin (23/5).Menurutnya, pemerintah dinilai sengaja membiarkan terjadinya pelanggaraan atas UU terkait rencana akuisisi Indosiar oleh PT Elang Mahkota Teknologi (EMTK), yang juga memiliki SCTV
Hal ini, terlihat dengan tidak mendasarkan rencana akuisisi itu pada UU 32/2002 tentang PP 50/2005 tentang Peraturan Penyelenggaraan Lembaga Penyiaran Swasta
BACA JUGA: Busyro Tolak Revisi UU KPK
Malah pemerintah menggunakan UU lain yaitu UU Bapepam yang tidak ada kaitannya dengan akuisisi itu.Sebagaimana diketahui KPI telah mengeluarkan pandangan hukum atau legal opinion bahwa rencana akuisisi itu melanggar UU Penyiaran
BACA JUGA: KPK Siap Usut Nazaruddin
Sekarang saja, PT EMTK sudah melanggar UU Penyiaran, karena memiliki dua frekuensi di Provinsi DKI Jakarta, yakni SCTV dan O Channel.Menurut Effendy Choirie, sikap pemerintah yang tidak tegas ini jelas-jelas membunuh roh UU Penyiaran, yang lahir dari rahim reformasi dan semangat demokratis pasca tumbangnya Orde BaruDitegaskannya, UU Penyiaran menjadi diversity of ownership (keberagaman kepemilikan) dan diversity of content (keberagaman konten), dan membatasi kepemilikan frekuensi sebagaimana diatur dengan jelas pada PP 50 yang ditandatangani sendiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
”Dalam PP itu, kan disebutkan sebuah holding (perusahaan induk) hanya boleh memiliki satu frekuensi di sebuah provinsi atau setidaknya dua frekuensi di 2 provinsi berbedaArtinya, EMTK yang sudah memiliki SCTV dan O Channel di satu provinsi kembali melanggar UU untuk kedua kalinya
Oleh karena itu dirinya meminta pemerintah supaya menghormati UU yang adaJangan terus-terusan mengutak-atik UU lain yang sesungguhnya tidak relevan”Hormatilah KPI sebagai lembaga independen,” tegasnya.
Semenatar itu, Anggota KPI Riyanto belum bisa dimintai keterangan karena sedang berada di luar kota. Namun, M Riyanto berkali-kali mengatakan bahwa proses akuisisi ini tidak boleh dilakukan, karena melanggar UU 32/2002 dan PP 50/2005. Pasal 31 dalam PP 50/2005 dijelaskan bahwa pemusatan televisi oleh satu orang dan satu badan hukum hanya diperkenankan terhadap paling banyak dua lembaga penyiaran dalam wilayah provinsi yang berbeda.
”Tidak boleh lari dari koridor UUDua lembaga penyiaran di satu provinsi dimiliki oleh satu perusahaan yang sama, itu sangat tidak bolehTidak boleh saling menguasaiBoleh dua, tapi dalam provinsi yang berbedaItu substansi dari legal opinion kamiJadi kalau dari sisi pelanggaran tetap ada,” kata Riyanto(dms)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Auditor BPK Pastikan Kas Langkat Bobol Rp98,7 M
Redaktur : Tim Redaksi