Pemerintah Targetkan IPK 5,0 pada 2014

Selasa, 08 November 2011 – 01:22 WIB

JAKARTA- Dalam rangka melaksanakan Inpres Nomor 5 Tahun 2004 tentang percepatan pemberantasan korupsi, pemerintah mengklaim secara keseluruhan program pemerintah telah menunjukkan trend hasil yang positif

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi (RB) Azwar Abubakar menuturkan, hal tersebut bisa dilihat dari Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia yang diterbitkan lembaga Transparency International (TI) yang menunjukkan setelah lima tahun penerapan Inpres tersebut terjadi peningkatan sebesar 0,8 (dari 2,0 menjadi 2,8 dalam skala nilai 0/10)

BACA JUGA: Polisi Bantah Pelihara Konflik Freeport

Pemerintah pun menargetkan mampu meraih IPK 0,5 pada 2014 nanti.

"Kita harus berusaha lebih keras lagi untuk mensukseskan program percepatan pemberantasan korupsi untuk menaikkan peringkat 75 dan meraih IPK 5,0
Kalau kita ingin capai Indonesia menjadi manajemen kelas dunia, dengan tekad pasti bisa,"jelas Azwar dalam Rakornas Pelaksanaan Inpres No 5 Tahun 2004 di Hotel Sahid, kemarin (7/11).

Meski optimis, pemerintah mengakui IPK yang dimiliki Indonesia saat ini masih rendah, meski ada peningkatan

BACA JUGA: Pemerintah Ragukan Temuan Komnas HAM

Sementara itu, berdasarkan lembaga International Financial Corporation (IFC), Indonesia masih menduduki peringkat 122 dari 183 negara terkait tingkat kemudahan berbisnis
Peringkat tersebut, lanjut Azwar, memang telah mengalami peningkatan

BACA JUGA: Tiap Tahun, Anggaran Gelap Capai Rp14 Triliun

Namun, data dan informasi tersebut menunjukkan upaya pemberantasan korupsi yang masih jauh dari yang kita harapkan.

Menteri asal Aceh tersebut mencontohkan, sebagai perbandingan, nilai IPK negara tetangga seperti Singapura adalah 9,3Sedangkan Malaysia mendapai 4,4 dan Korea Selatan, 5,4"Karena itu kita masih jauh dari Singapura, jauh sekaliYang kita yakin, kita bisa buat perubahan, tapi masih lambatPerubahan ini tidak terlepas dari reformasi birokrasi,"jelasnya.

Terkait reformasi birokrasi, mantan anggota dewan itu kembali mengakui reformasi tersebut belum berjalan maksimalSebab, waktu bekerja efektif aparatur negara hanya enam sampai tujuh bulan sajaHal tersebut berimbas pada penyerapan anggaran yang tidak lancar"Jadi hanya sekitar empat bulan mulai Januari-April setiap tahunnya instansi hibernasi, atau tidak melakukan apa-apa, ini waktu yang terbuang,"jelasnya.

Hal itu, lanjut dia, diakibatkan perencanaan anggaran yang terlambatDia menguraikan, pagu anggaran di pusat masih dibahas pada dua bulan pertama di awal tahun, baru setelah itu turun ke daerah"Itu memakan waktu lamaTapi mereka tidak berani melanggar aturan jadi menunggu saja,"imbuhnya.

Karena itu, sebagai salah satu upaya reformasi birokrasi, kata dia, pemerintah akan melakukan analisa jabatanKarena banyak kementrian dan lembaga yang belum sepenuhnya memiliki analisa tersebutAkibatnya distribusi pegawai tidak merata dan tidak jelas tugas yang dikerjakannya"Kita butuh analisa jabatan untuk cek kebutuhan PNS kitaKarena itu analis yang sudah ada, kita tambahKita juga akan awasi kinerja PNS dengan laporan absensi dan laporan kegiata harian mereka," tegasnya(Ken)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Timwas Temukan Tenda Haji Dijual ke Asing


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler