Pemerintah Tegaskan Pungutan DKE Ditunda, Bukan Dibatalkan

Selasa, 05 Januari 2016 – 06:55 WIB
Ilustrasi. FOTO: Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA - Niat pemerintah untuk memberlakukan pungutan dana ketahanan energi (DKE) menuai kontroversi dari kalangan DPR lantaran payung hukumnya belum jelas. Pemerintah akhirnya mengalah.

Tapi, Menteri ESDM Sudirman Said menegaskan, pungutan dana ketahanan energi (DKE) tidak dibatalkan, melainkan ditunda. 

BACA JUGA: Ibu-ibu Harga Elpiji Juga Ikut Turun Lho!

Rencananya, lanjut Sudirman, pungutan tersebut dimodifikasi menjadi dana pengembangan energi baru terbarukan dan konservasi energi (EBTKE). 

Dia menyebutkan, dalam rapat kabinet, presiden maupun Wapres sepakat bahwa dana itu dibutuhkan. "Hanya saja, waktu penerapannya harus ditata lagi," jelasnya.

BACA JUGA: Harga Premium-Solar Turun Lebih Banyak

Menurut Sudirman, nanti dana pengembangan EBTKE diusulkan oleh pemerintah kepada DPR saat pembahasan APBN Perubahan 2016. Jadi, penganggarannya menggunakan mekanisme APBN sebagaimana alokasi belanja pemerintah lainnya. "Ini untuk menghindari kontroversi yang muncul," papar dia.

Dirjen Migas Kementerian ESDM Wiratmaja Puja menambahkan, harga yang berlaku hari ini bertahan sampai tiga bulan ke depan. Itu sesuai dengan Permen ESDM 39/2015 yang menyebutkan bahwa penetapan harga BBM tiga bulan sekali. 

BACA JUGA: LBH Pajak dan Cukai Ragukan Kebenaran Pernyataan Menkeu

"Untuk menjaga stabilitas sosial-ekonomi, pengelolaan harga dan logistik, serta menjamin penyediaan BBM nasional," jelasnya.

Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang pasrah dengan keputusan pemerintah. Padahal, saat kebijakan itu masih digodok di kantor Menko Perekonomian, BUMN energi bakal mendapat dana bantalan sebesar 2 persen. Dana itu disimpan untuk menjaga kas Pertamina supaya tetap sehat. "Cuma 2 persen. Tapi, bukan Pertamina yang kelola dananya," tuturnya. 

Seperti diketahui, pada pertengahan 2015 perusahaan itu sempat merugi sampai Rp 15 triliun karena menjual premium. Penyebabnya, Pertamina dilarang menaikkan harga jual saat keekonomian bensin beroktan 88 itu naik.

Direktur yang akrab disapa Abe tersebut menjelaskan, dana bantalan itu tidak akan masuk profit perusahaan. Sebab, peruntukannya sudah jelas, yakni membayar kerugian yang muncul saat menjual bahan bakar. Terutama menjual premium di Jamali yang seharusnya nonsubsidi. 

"Mestinya boleh profit, tapi nggak boleh," terangnya. Untuk premium, memang selama ini wilayah Jamali menjadi area penugasan khusus. Karena itu, pemerintah masih bisa meminta Pertamina menahan harga. Selain itu, harga jual premium di wilayah tersebut selama ini beda tipis, yakni Rp 100 per liter, dengan luar Jamali.

Soal asal usul 2 persen yang masuk dana bantalan, Abe menyebut berasal dari penjualan premium. Jadi, keuntungan Pertamina dari setiap liter bensin langsung dipotong dan dimasukkan ke rekening khusus. "Saat MoPS dan kurs nggak naik, akan ada tumpukan dana. Kalau mau diambil pemerintah, ya silakan," terangnya. (owi/dim/dee/c11/agm/end/mas)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Huh, Klaim Menkeu Soal Penerimaan Pajak kok Bikin Bingung sih


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler