jpnn.com, JAKARTA - Sekretaris Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) I Gede Suratha mengatakan bahwa pemerintah tidak ujug-ujug atau tiba-tiba memberikan kartu tanda penduduk (KTP) kepada warga negara asing (WNA).
Suratha mengatakan pemberian KTP kepada WNA sudah diatur dalam Pasal 63 Undang-Undang 24 Tahun 2013 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk).
BACA JUGA: Pemberian KTP Bagi WNA Sudah Lazim, Nih Penjelasannya
Dia menjelaskan Pasal 63 Ayat (1) UU 23/2006 menyatakan bagi penduduk WNI atau orang asing yang sudah memiliki kartu izin tinggal tetap (KITAP), berumur 17 tahun, telah atau pernah kawin wajib memiliki KTP.
Menurut dia, karena perkembangan teknologi dan informasi, ayat pada pasal tersebut disempurnakan dalam UU 24/2013 dari wajib memiliki KTP menjadi KTP elektronik atau e-KTP.
BACA JUGA: Menkumham Sarankan KTP Elektronik Untuk WNA dan WNI Beda Warna
BACA JUGA: Pemberian KTP Bagi WNA Sudah Lazim, Nih Penjelasannya
“Penduduk yang akan membuat e-KTP wajib merekam data biometrik. Kalau yang lama tidak perlu perekaman biometrik. Sehingga WNA dan WNI yang tinggal di Indonesia (sekarang) harus merekam data biometrik,” kata Suratha dalam diskusi Polemik e-KTP WNA, Perlukah Perppu? di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/2).
BACA JUGA: OSO: Punya e-KTP, WNA Tidak Bisa Memilih di Pemilu
Nah, dia menegaskan, KTP atas nama Mr GC asal Tiongkok itu sudah sesuai amanat UU, bukan karena Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) setempat mengutamakan WNA.
“Tidak, tetapi memang menjalankan undang-undang. Kami harap itu bisa disosialisasikan, tidak ada seolah-olah pemerintah ujug-ujug memberikan KTP ke WNA,” ujar Suratha.
Dia pun menepis tudingan bahwa nomor identitas kependudukan (NIK) pada e-KTP atas nama GC itu masuk dalam daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019.
Menurutnya, NIK itu sifatnya tunggal. Tidak bisa dipakai untuk dua orang. “Tidak mungkin satu NIK dimiliki dua orang. Di Cianjur agak heboh karena diklaim milik Mr GC, kemudian diklaim miliknya lain. Ini harus diluruskan,” kata Suratha.
Dia menegaskan negara sudah memiliki sistem informasi administrasi kependudukan atau SIAK yang bisa menguji NIK. Menurut dia, dengan SIAK dipastikan bahwa tidak ada NIK ganda. NIK yang diterbitkan tidak bisa dimiliki orang lain. “Satu NIK satu penduduk, satu KTP,” katanya.
Repro. Sumber dari Ditjen Dukcapil Kemendagri. Foto: Friederich Batari/JPNN.com
Dia menjelaskan untuk mengetahui NIK seseorang sebenarnya bisa sangat sederhana. NIK terdiri dari 16 nomor. Enam digit pertama adalah untuk provinsi, kabupaten, dan kecamatan. Enam digit kedua adalah tanggal, bulan, dan tahun lahir. Empat digit terakhir adalah nomor yang diacak oleh sistem.
Sehingga ada yang lahir pada hari yang sama diacak.
Nah, terkait kasus di Cianjur, seseorang bernama Bahar itu adalah WNI yang sangat patuh dan disiplin. Bahar telah melaporkan diri sebagai penduduk sejak 2008. Artinya, sejak 2008 Bahar sudah punya NIK.
Pada 2012, Bahar menyerahkan data biometriknya dengan NIK yang sama. Sampai sekarang Bahar punya NIK yang sama.
Nah, dia menjelaskan Nahar lahir 10 Februari 1972. Jadi harusnya di enam digit kedua itu adalah 100272.
"NIK yang viral itu adalah 230377 itu adalah tanggal lahir, bulan lahir, tahun lahir Mr. GC," katanya.
Dia mengingatkan, jangan mengklik di semua aplikasi. Kalau mau mencari data penduduk itu aplikasinya hanya satu sitem yakni SIAK.
"Kalau mencari NIK yang viral itu di aplikasi yang lain bisa saja kita temukan yang lain. Oleh karena itu kalau itu NIK-nya siapa adalah SIAK, jangan aplikasi yang lain. Yang terjadi di Cianjur adalah yang bukan SIAK," jelasnya.
Nah, ujar dia, kalau ada kasus seperti itu sebaiknya diluruskan NIK itu sebenarnya milik siapa.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kemendagri: WNA Boleh Punya e - KTP, tetapi Dilarang Mencoblos
Redaktur & Reporter : Boy