jpnn.com - BOGOR - Pemerintah Kabupaten Bogor langsung kebakaran jenggot, Jumat (11/11), pasca-terungkapnya aktivitas pertanian Imigran asal Tiongkok di Sukamakmur.
Pemkab pun buru-buru memeriksa lokasi perkebunan dan tempat tinggal para imigran tepatnya di Kampung Manglat, Desa Sukadamai, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor.
BACA JUGA: Heboh WN Tiongkok Bercocok Tanam di Sukamakmur
Empat petugas Dinas Pertanian dan Kehutanan (Distanhut) Kabupaten Bogor bersama unsur muspika langsung turun ke lokasi hari itu.
Titik pertama yang menjadi fokus pemeriksaan adalah sebuah gudang besar yang menjadi tempat penyimpanan alat-alat pertanian.
BACA JUGA: Pamit Memancing Malah Ditemukan Tewas
Di tempat ini, petugas menemukan sejumlah bibit cabai berbagai merek, belasan karung pupuk dan traktor.
Semua barang yang ditemukan di dalam gudang nyaris seluruhnya produk asing. Semisal tiga varietas bibit cabai dengan sampul bertuliskan huruf Tiongkok.
BACA JUGA: Turun ke Jalan, Ingatkan Pengalihan Isu Kasus Ahok
“Bibit cabai yang kami temukan di antaranya Hibrida F-1 Cosmos, pilar F-1, Cap Mutiara Bumi, Moncer F1, Bara, Hot Chilli F1 dan produk bertuliskan huruf Tiongkok, tidak ada yang tahu apa artinya,” beber Kepala Seksi Pelayanan Usaha dan Perlindungan Tanaman, pada Distanhut Bogor, Heri Firdaus.
Didampingi petugas Polsek Sukamakmur, anggota Koramil, perwakilan kecamatan, dan aparatur desa, Heri mengatakan pihaknya juga menemukan dua traktor roda empat dan dua, serta mesin pengolahan tanah dan pupuk buatan Indonesia.
Untuk bibit-bibit buatan Indonesia, menurutnya memang sangat mudah didapat di pasaran, dan tak perlu izin khusus dalam penggunaannya.
“Kecuali penggunaan benih dari luar, itu wajib ada izin. Jika benih ini impor, maka kami akan menghentikan kegiatan penanaman dan mengisolasi tempat ini,” tukasnya seperti diberitakan Indopos (Jawa Pos Group) hari ini.
Langkah itu akan diambil mengingat benih yang didatangkan dari negara lain bisa saja mengandung penyakit dan akan merugikan petani lokal.
Pengawas benih tanaman dari Distanhut Bogor, Abas Alibasyah, menambahkan bahwa temuan penggunaan produk asing tersebut termasuk pelanggaran dan diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2010.
“Sementara belasan pupuk yang ditemukan itu kewenangan Disperindag. Nanti kita lihat, jika ada pelanggaran maka kegiatan bercocok tanam ini harus dihentikan,” imbuhnya.
Terpisah, Ketua Yayasan Satu Keadilan Bogor, Sugeng Teguh Santoso, menilai aktivitas WNA tersebut adalah bukti pemerintah daerah kecolongan.
Peristiwa ini seyogyanya menjadi cambuk bagi pemda untuk meningkatan pengawasan, juga produktivitas pertanian. Pemda seharusnya sadar bahwa Bogor memiliki tanah yang subur.
“Persoalan pangan yang membuat mereka datang ke Indonesia. Mereka memprediksi bahwa 50 tahun ke depan akan terjadi kelangkaan pangan. Sedangkan keempat WNA itu jika terbukti tidak memiliki identitas lengkap, maka wajib dideportasi,” tandasnya.(fdm/d/ray/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kakek Veteran ini tak Pernah Terima Tunjangan, Akhirnya Jualan Kopi
Redaktur : Tim Redaksi