Pemprov dan Pemko Batam Kompak Tolak Taksi Online

Selasa, 08 Agustus 2017 – 03:59 WIB
Para sopir taksi konvensional saat gelar aksi demo menolak taksi online di Batam, Kepri, kemarin. Foto: batampos/jpg

jpnn.com, BATAM - Pemprov Kepri dan Pemko Batam kompak menolak taksi online. Padahal, publik lebih menyukai kehadiran taksi berbasis aplikasi tersebut karena mudah, nyaman, dan murah.

Susy Safitri, seorang pengemudi taksi online, kecewa berat. Wanita berusia 46 tahun ini meluapkan rasa kesal lewat akun facebook-nya, Jumat (4/8) pekan lalu.

BACA JUGA: Jualan DVD Film Dewasa di Pintu Masuk Kawasan Industri, Atek Kini Jadi Terdakwa

"Ada kesempatan baru buat saya untuk mencari nafkah dengan gabung di taxol (taksi online, red). Tapi kini taxol diburu seperti pelaku kriminal, ditangkapin, digiring, ditilang, mobil ditahan," tulisnya.

Ini adalah buntut dari pelarangan operasional taksi online oleh Pemerintah Kota Batam atas desakan pengemudi taksi konvensional sebulan terakhir.

BACA JUGA: Taksi Online Ditolak, YLK Batam: Biar Warga yang Memilih

Namun, Kepala Dinas Perhubungan Batam, Yusfa Hendri, berkelit pelarangan tersebut karena tekanan massa.

"Itu karena belum ada izin," kilahnya.

BACA JUGA: Seratus Lebih Kili Seibeduk Bakal Dirobohkan

Dari sisi pengguna, kehadiran taksi online benar-benar membantu. Nuraini Dewi, wanita 23 tahun warga Sekupang, menilai taksi online memiliki banyak keunggulan dan cocok untuk Batam yang memang belum memiliki transportasi umum yang aman, nyaman, cepat, dan murah di semua rute.

"Saya pernah coba. Tak perlu lagi ke pangkalan, cukup memesan lewat ponsel mereka akan datang," kata Nur.

Dia heran dengan sikap Pemprov Kepri maupun Pemko Batam yang menolak melegalkan taksi online. "Ini tak sejalan dengan zaman, kami hanya ingin transportasi yang nyaman, mudah, dan murah," ucapnya.

Tak hanya masyarakat umum, kehadiran taksi online juga sangat membantu wisatawan asing maupun nusantara. Mereka tak perlu merogoh kocek dalam-dalam hanya untuk kebutuhan transportasi.

Ketua Asita Kepri Andika mengatakan, turis asing sudah sangat familiar dengan layanan transportasi berbasis online karena sudah jamak diterapkan di negara-negara mereka. Bahkan, itu sudah menjadi kebutuhan dasar dan cermin negara yang menerima perkembangan teknologi.

"Di luar negeri sudah menjadi hal biasa," ujarnya.

Menurutnya, Batam yang merupakan pintu ketiga masuknya pariwisata di Indonesia setelah Jakarta dan Bali, tak selayaknya menolak kehadiran taksi online. Pemda sejatinya menjadi penengah dan pemberi solusi agar taksi online diberi legalitas dan tidak terus bersitegang dengan taksi konvensional.

Dia khawatir, persekusi oleh oknum sopir taksi konvensional terhadap sopir taksi online bisa membuat turis asing takut ke Batam. Apalagi video persekusi taksi pangkalan ke taksi online di Nagoya Hill kini menjadi viral dan ditonton turis asing.

Dia berharap Pemda bisa mengambil langkah cepat dengan memberikan legalitas kepada taksi online. Ia juga berharap Jangan ada lagi sweeping taksi online.

"Jangan lagi terulang. Bisa merusak citra pariwisata Batam," katanya.

Hal senada dikatakan Jalurman Tarigan dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Batam. Menurutnya, sweeping taksi online membuat wisatawan selaku pengguna terganggu.

"Tiap hari kami terganggu, sangat-sangat merasa terganggu," kata Jumat (4/8) pekan lalu.

Dia juga mencontohkan, salah satu yang paling terasa yakni adu mulut yang melibatkan beberapa pengemudi taksi online dengan taksi pangkalan yang biasa diorder via WhatsApp di Nagoya Hill Mall pertengahan Juli lalu. "Tamu kami menjadikan ini sebagai catatan khusus," ungkapnya.

Ketua Asosiasi Digital Entrepreneur Indonesia (ADEI) Batam, Bryan Lase, menyarankan Pemprov Kepri selaku yang memiliki kewenangan mengeluarkan izin, agar segera membuat payung hukum turunan mengenai taksi online, supaya tak berbenturan dengan taksi pangkalan.

"Kehadiran taksi online itu sangat mempermudah masyarakat. Hal tersebut harus dipertimbangkan," terangnya Jumat (4/8) pekan lalu.

Bryan menegaskan perkembangan dunia digital tak bisa dihentikan. Mengingat keberadaannya mampu mempermudah masyarakat dalam melakukan transaksi, transportasi, belanja, dan lainnya. Meninggalkan teknologi, bisa membuat daerah itu tertinggal.

"Apapun yang disentuh digitalisasi, pasti akan menjadi lebih baik," ungkapnya.(nji/ska/cr13/leo/cr1)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nekat Injak Tumpukan Pecahan Kaca, Maling Motor Lolos dari Kepungan Massa


Redaktur & Reporter : Budi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler