Pemprov dan Polda Sumsel Bentuk Satgas Pemberantas Illegal Drilling

Selasa, 23 Juli 2024 – 13:49 WIB
Kapolda Sumsel rapat dengan Gubernur Sumsel, SKK Migas dan instansi terkait, membahas soal ilegal drilling. Foto: Dokumen polisi for JPNN.com.

jpnn.com, PALEMBANG - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Selatan (Sumsel) dan Polda Sumsel membentuk satuan tugas (Satgas) untuk menanggani khusus kasus illegal drilling secara komprehensif.

Hal ini menyusul maraknya kasus kebakaran illegal drilling di wilayah Sumatera Selatan, khususnya Kabupaten Musi Banyuasin (Muba).

BACA JUGA: Polda Sumsel Tangkap 4 Pengelola Minyak Ilegal Drilling di Muba

Kapolda Sumsel Albertus Rachmad Wibowo mengungkapkan bahwa persiapan pembentukan Satgas akan dilakukan Rabu (24/7) nanti dengan mengundang pihak-pihak terkait.

"Gubernur Sumsel merespons dengan sangat baik terkait pembentukan Satgas illegal drilling, dan akan menindak lanjutinya dengan menggelar Rakor lintas sektoral pada Rabu 24 Juli mendatang, " ungkap Rachmad, Selasa (23/7/2024).

BACA JUGA: Apresiasi Kinerja Perwira, Pertamina Drilling Services Indonesia Gelar PDA 2023

Rakor tersebut dirasakan perlu mengingat pemberantasan illegal drilling tidak bisa dilakukan oleh satu instansi saja. Namun, harus sinergis antar instansi, termasuk pemerintah pusat.

"Mengingat kewenangan perizinan dan pengawasan terhadap pertambangan Migas dan Minerba sudah tidak ada di Pemerintah Daerah, dari itu perlu dibentuk Satgas pencegahan terjadinya illegal drilling mulai dari hulu sampai hilirnya," terang Rachmad.

BACA JUGA: Garap Lapangan Banyu Urip, Pertamina Drilling Menangkan Kontrak Kerja dengan Exxonmobil

Kata Rachmad, Satgas yang dibentuk nantinya berasal dari Polri, Kementerian ESDM, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Pemprov Sumsel, SKK Migas dan pihak terkait lainnya.

"Butuh peran seluruh stakholder terkait karena ini menyangkut banyak sektor," kata Rachmad.

Orang nomor satu di Polda Sumsel itu mengaku
memang sulit menertibkan illegal drillinh.

"Karena pertama, masyarakat membutuhkan uang untuk hidup, mereka akan berlari ke illegal driling kalau tidak ada pekerjaan dan ini sudah di sampaikan agar dicarikan solusi. Kedua, harga minyak sangat tinggi yang dioplos  dengan minyak dari SPBU, " jelas Rachmad.

"Disparitas harga minyak illegal cukup tinggi dengan Rp 8000 per liter akan dicampur 1 banding 1 atau 30 banding 70, itu harga akan bisa lebih murah lagi dengan minyak dari SPBU," sambung Rachmad.

Lebih lanjut Rachmad menyampaikan bahwa minyak tersebut ada pangsa pasarnya, di mana industri yang membutuhkan bahan bakar.

Untuk itu Polda Sumsel juga akan melakukan penyelidikan terhadap illegal drilling hingga hilirnya.

"Kami juga sudah bentuk tim untuk menyelidiki siapa end user dari minyak minyak ilegal ini. Jadi, adanya permintaan, adanya harga tinggi," papar Rachmad.

Adanya kebutuhan masyarakat yang bisa memperoleh uang dengan mudah di illegal drilling itu menjadi penyebab maraknya masyarakat membuat sumur minyak.

"Butuh biaya besar untuk penanganan dan operasi illegal drilling. Sementara personel yang ada tidak mencukupi untuk melakukan penindakan," beber Rachmad.

Terkait rencana legalisasi sumur minyak, Kapolda menegaskan, untuk rencana legalisasi sumur-sumur minyak ilegal juga jauh sekali dari harapan.

“Banyak faktor yang membuat rencana tersebut sulit terealisasi. Mulai dari lingkungan hidup tidak terawat, lingkungan rusak. Seperti insiden di Sungai Dawas, pantauan kami sangat merusak lingkungan, lumpurnya sampai ke lutut. Itu bukan air tetapi minyak. Jadi untuk rencana legalisasi sumur minyak illegal jauh sekali dari harapan," imbuh Rachmad.

Penjabat (Pj) Gubernur Sumsel Elen Setiadi mengatakan, ada beberapa hal yan dibahas dalam pertemuan dengan Kapolda. Salah satunya soal kondisi terkini soal illegal drilling di Muba.

"Secara teknis masih akan kami bahas dengan pihak-pihak terkait. Ada juga usulan teknis dan kami akan mengundang kementerian dan lembaga terkait, prinsipnya kami dukung upaya dari pak Kapolda,” kata Elen.

Kepala Perwakilan SKK Migas Sumbagsel Anggono Mahendrawan mengungkapkan, kegiatan ilegal tersebut sangat merugikan pihaknya karena jika terjadi sesuatu, maka pihaknya yang diminta membantu menanggulangi dampak dari perbuatan ilegal ini.

"Saya baru melihat disini kaget juga dampak lingkungan sangat masif dan ini biaya kerusakan lingkungannya cukup besar jadi kalau semua dana digunakan tidak akan cukup," akuinya.

Menurutnya, bukan pihaknya yang berbuat. Namun, kemudian penanganan kerusakan lingkungan dilakukan oleh pihaknya. 

"Dampak lingkungannya saya kaget melihatnya, sangat masif rusaknya. Biaya kerugiannya sangat besar. Secara short time masyarakat tentu mendapatkan keuntungan, tapi impact kerusakan lingkungan semua masyarakat merasakan," katanya.

Dia menyebut, sebanyak 7.700 sumur minyak ilegal ada di Muba. Jumlah itu yang memiliki titik koordinat. Namun, yang ditemukan dampak lingkungan di luar dari jumlah yang memiliki titik koordinat tersebut.

"Diluar 7.700 sumur minyak illegal itu sangat masif, dominan terjadi di Muba semua. Bisa terbayang, ini seperti ladang. Ngebor tanpa teknik yang baik, tiga bulan mati pindah lagi pindah lagi. Bisa terbayang, di situ kerusakannya seperti apa," tutupnya. (mcr35/jpnn) 


Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Cuci Hati

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler