jpnn.com, JAKARTA - Pakar Hukum Prof Supardji Ahmad menilai proses penyidikan terhadap eks Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri harus berprinsip pada kepastian hukum.
Menurut dia, sejak kasus bergulir di Polda Metro Jaya, Firli Bahuri sudah diperiksa sebanyak empat kali.
BACA JUGA: Tersangka Firli Bahuri Mangkir dari Panggilan Bareskrim Polri
"Berkas perkara sudah tiga kali dikembalikan Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta kepada Penyidik Polda Metro Jaya," kata dia dalam keterangannya, Senin (26/2).
Secara umum, lanjut Supardju, alasan pengembalian berkas perkara tersebut, karena belum layak. Selain itu, jaksa menilai hasil penyidikan belum lengkap.
BACA JUGA: Bareskrim Harap Firli Bahuri Hadiri Pemeriksaan
"Sesuai pasal 110 dan pasal 138 (1) KUHAP, berkas tersebut telah dikembalikan kepada penyidik disertai petunjuk guna penyempurnaan hasil penyidikan," kata Supardji.
Menurut dia, perjalanan perkara tersebut dimulai dari laporan 9 Oktober 2023. Lalu Sprindik 9 Oktober 2023, pemeriksaan 90 saksi dan berulang kali terhadap Firli.
BACA JUGA: Polda Metro Panggil Ulang Firli Bahuri
Namun kemudian berkas dikembalikan lagi oleh Kejati DKI, dengan alasan tidak lengkap.
"Demi kepastian hukum, hendaknya dikembalikan kepada mekanisme Pasal 109 UU Nomor 8 tahun 1981 KUHAP bahwa perkara yang sudah berulang-ulang dilakukan pemeriksaan terhadap tersangka, tetapi belum layak karena hasil penyidikan belum lengkap, maka dapat dikategorikan tidak cukup bukti," kata dia.
Supardji menganggap suatu perkara yang tidak cukup bukti, seharusnya dihentikan kasusnya. Pemeriksaan dalam rangka menemukan alat bukti untuk membuat terang benderang perkara harus sesuai dengan fakta dan dilakukan secara profesional serta terbebas dari konflik kepentingan.
'Kepastian hukum merupakan keniscayaan dalam negeri hukum. Penegakan hukum harus mengutamakan landasan ketentuan peraturan perundang-undangan, kepatutan, keajegan, dan keadilan dalam setiap tindakan hukum termasuk penyidikan," kata dia.
Supardji mengatakan asas kepastian hukum mensyaratkan adanya kesesuaian dan keajegan dan keadilan, baik secara prosedural maupun subtansi. Semuanya harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan tindakan hukum oleh lembaga yang berwenang. (tan/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Firli Bahuri Cabut Gugatan Praperadilan Kedua, Ini Alasannya
Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga