Pengangguran Meningkat, Pemerintah Harus Buka Lapangan Kerja Lebih Banyak

Selasa, 03 Maret 2020 – 04:10 WIB
Lowongan kerja. Foto: Pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Lapangan kerja yang tersedia saat ini dinilai masih terbatas dan belum bisa menandingi laju pertumbuhan angkatan kerja.

Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus Heri mengatakan masalah terbesar dari tingginya jumlah pengangguran di Indonesia disebabkan ketimpangan antara jumlah angkatan kerja dengan ketersediaan lapangan kerja.

BACA JUGA: Aplikasi Ini Cocok Penyandang Disabilitas yang Mencari Lowongan Kerja

“Jumlah orang ngangur sekarang 7,05 juta, tapi setahun sebelumnya itu cuma 7,00 juta. Artinya meningkat 0,5 juta orang. Kenapa demikian, karena pertumbuhan angkatan kerja semakin banyak. Artinya lulusan-lulusan kuliah sekolah mencari kerja itu pertumbuhannya makin banyak. Nah sementara yang lolos masuk ke dunia pekerjaan itu relatif lebih lambat pertumbuhannya daripada pertumbuhan laju angkatan kerja baru,” kata Heri, Senin (2/3).

Karena itu, pemerintah harus membuka lapangan kerja lebih banyak lagi. Salah satu caranya adalah dengan mendatangkan banyak investor.

BACA JUGA: Bara JP: Omnibus Law Untuk Membuka Lapangan Kerja Bagi 7 Juta Pengangguran

“Bagaimana mengatasi supaya lapangan kerja lebih banyak, ya tentu mengundang banyak investor. Investor luar dan dalam negeri. Jadi intinya meningkatkan iklim investasi supaya investor banyak masuk. Buka industri segala macem kan butuh tenaga kerja jadi bagaimana supaya investornya masuk salah satunya mungkin dengan yang sekarang lagi digagas Pemerintah Omnibus Law Cipta Kerja,” kata Heri.

Menurut Heri, iklim investasi di Indonesia saat ini masih belum bisa menarik perhatian para investor. Banyak Investor yang masih enggan berinvestasi di Indonesia lantaran biaya produksi di Indonesia jauh lebih mahal ketimbang negara-negara lain.

BACA JUGA: Indef Nilai Omnibus Law Bukan Jalan Keluar Menarik Investasi

“Biaya produksi itu contohnya apa, misalnya untuk bikin satu handphone di Indonesia itu butuh modal yang lebih banyak ketimbang bikin satu handphone di Vietnam. Ya pasti orang milihnya ke Vietnam karena biaya modalnya lebih murah. Di sini modalnya mahal kenapa, ya karena macet di mana-mana, ongkos logistiknya mahal, pungutan liar, bayar ini itu segala macem, belum lagi administrasi birokrasi, akhirnya modal secara keseluruhan bagi investor sangat mahal,” papar Heri.

Heri menambahkan, investasi menjadi salah satu variabel dari pertumbuhan ekonomi suatu negara. Masih stagnan-nya pertumbuhan ekonomi di Indonesia, menurut Heri, juga disebabkan oleh masalah investasi.

Investasi yang masuk di Indonesia saat ini baru di sektor jasa.

“Nah kalau masuk ke sektor jasa itu berarti penyerapan tenaga kerjanya kurang banyak. Tapi kan lebih bagus lagi kalau yang masuk itu investasi di bidang industri dan sektor padat karya. Dengan demikian daya beli akan meningkat, sehingga konsumsi rumah tangga terus meningkat dan bisa terus mendorong pertumbuhan ekonomi,” tandas Heri.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler