Eko Supriyanto bersama dengan penari berdarah Indonesia Melanie Lane, putri dari peneliti Australia Max Lane, akan tampil dalam karya seni tubuh Solid.States di Melbourne, Jumat (20/11/2015) malam. Keduanya menggabungkan unsur modern dalam tarian kontemporer dengan gerakan tradisional khas Jawa.
Proyek Eko dan Melanie ini adalah hasil buah pemikiran seniman asal Belgia, Arco Renz yang tinggal di Jerman. Nama Renz juga sudah tidak asing bagi penggemar seni tari di Indonesia, karena ia telah hadir ke Indonesian Dance Festival selama beberapa kali.
BACA JUGA: Hampir 200 Orang Dicegah Naik Pesawat di Australia Karena Alasan Keamanan
Ia sengaja menggabungkan keduanya yang sama-sama memiliki darah Jawa dan dileburkan dengan unsur-unsur budaya pop.
"Kolaborasi ini sebenarnya pertama kali dilakukan di tahun 2011," ujar Eko saat hadir di studio ABC International. "Latihan dilakukan di Solo dan Belgia, kita bolak-balik selama hampir setahunan untuk latihan, sebelum ditampilkan pertama kali di tahun 2012."
BACA JUGA: Dua Warga Australia Kelahiran Lebanon Dituduh Terlibat ISIS di Kuwait
Arco sengaja menempatkan Eko, penari yang memiliki dasar kuat dalam menari Jawa sebagai bentuk stabilitas kultural dari tubuh seorang penari, yang kemudian sering tampil di luar negeri. Menurut Arco ada perubahan dalam konteks tubuh dan pemikiran.
Sebaliknya, Melanie yang memiliki perspektif global tetapi kemudian memiliki darah Jawa, membuat Arco mencoba untuk mengembalikan dirinya untuk mencari identitas Jawa.
BACA JUGA: Blusukan ke Hosier Lane di Melbourne, Gang Khusus Grafiti Jalanan
Video: YouTube, STUK Leuven.
Mereka akan tampil bersama dalam panggung berukuran 3x6 meter yang diberi goncangan dari bawah, sepanjang tarian berlangsung.
"Karya ini agak sedikit aneh, karena banyak menggunakan pikiran tapi juga berhubungan langsung dengan tubuh yang di-challange dengan mesin gempa bumi," jelas Eko yang pernah menjadi salah satu penari musisi ternama Madonna.
Menurut Eko lewat tarian ini seolah ada pesan bahwa budaya Indonesia sebenarnya sudah cukup stabil dalam hal kultural dan identitas.
"Dan sebaliknya kehidupan modern pun sebetulnya ketika menyadari dari mana asalnya, mereka ingin kembali lagi mencoba merasakan aspek yang penting dari kehidupannya," ujar Eko yang sehari-hari menjadi dosen di Instusi Seni Indonesia Surakarta (ISIS).
Solid States akan ditampilkan pada hari Jumat dan Sabtu (20-21 November) di teater Sylvia Staehil, Dance House pada pukul 8 malam.
Eko mengunjungi kantor ABC International di Southbank, Melbourne. Foto: Erwin Renaldi.
"Indonesia memiliki budaya yang sangat beragam dan ini yang menjadi kekuatan bagi negara kita, tidak ada negara lain yang sekaya negara kita. Ini yang harus kita promosikan ke dunia lain," tambahnya.
Bulan September lalu, Eko berada di Adelaide Australia sebagai pengisi salah satu acara di OzAsia Festival, perayaan terbesar budaya Asia di Australia Selatan, yang kebetulan tema tahun ini mengangkat budaya Indonesia. Eko menampilkan karya tarian Cry Jailolo dibawakan oleh enam anak muda dari pelosok desa Jailolo di Halmahera Barat, Maluku Utara.
Rencananya Eko akan kembali ke Melbourne di tahun 2017. Ia telah dikontrak dengan Arts Centre Melbourne dengan membuat karya yang sama dengan Cry Jailolo, tetapi dibawakan dengan anak-anak perempuan.
Eko saat berada di depan National Gallery of Victoria. Foto: Pribadi.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Hobbit Asal Flores Diduga Berasal dari Homo Erectus Berbadan Besar