Pendanaan Proyek Listrik Terbelit Kasus Merpati

Kirim Tim Negosiasi ke Tiongkok

Selasa, 24 Februari 2009 – 08:08 WIB
JAKARTA- Pemerintah akhirnya buka suara soal macetnya kucuran pinjaman dari perbankan Tiongkok untuk proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 10.000 mega watt (MW).
     
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro mengatakan, macetnya pencairan pinjaman perbankan Tiongkok disebabkan kasus negosiasi pembelian pesawat oleh Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan Xian Aircraft Industry CoLtd

BACA JUGA: Permintaan Sukuk Ritel Capai Rp5,5 Triliun

"Ini ada sandera menyandera dan ada kemungkinan di bawa ke (pengadilan) arbitrase," ujarnya di Jakarta Senin (23/2).
     
Menurut Purnomo, pihak Tiongkok mengatakan akan kembali mencairkan pendanaan proyek listrik jika pemerintah Indonesia juga menyelesaikan transaksi Merpati
"Ini ada masalah politis, akhirnya pendanaan tidak diberikan," katanya.
     
Kasus Merpati bermula dari penandatanganan kontrak pembelian 15 unit pesawat MA-60 senilai USD 232,4 juta atau sekitar Rp 2 triliun pada 7 Juni 2006

BACA JUGA: Pemerintah Tagih Royalti Batubara Rp688 M

Sebagai bagian dari transaksi, Merpati terlebih dulu menyewa dua MA-60 selama 24 bulan sejak 30 Januari 2007, dengan harga sewa USD 70 ribu per bulan per unit.
     
Namun, kondisi keuangan Merpati saat ini tidak memungkinkan untuk membeli 15 pesawat tersebut, apalagi Merpati kini tengah menjalani program restrukturisasi dengan menjadi pasien PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA)
Karena itu, Departemen Keuangan dan Kementerian BUMN meminta agar kontrak pembelian yang sudah ditandatangani tersebut dinegosiasi ulang.
     
Purnomo mengatakan, kasus itulah yang dijadikan alasan oleh perbankan Tiongkok untuk menghentikan pencairan pinjaman kepada PLN

BACA JUGA: Indonesia Miliki 40 Persen Panas Bumi Dunia

"Mereka bilang akan menyelesaikan pendanaan jika Indonesia juga menyelesaikan dulu masalah MerpatiKarena itu, kita kirim tim negosiasi ke sana," terangnya.
     
Macetnya pendanaan dari Tiongkok memang mengancam keberlangsungan mega proyek PLTU 10.000 MWDirut PT PLN Fahmi Mochtar mengatakan, saat ini, pekerjaan fisik proyek sudah terkontrak, sehingga kelancaran proyek memang sangat tergantung pada pendanaan itu.
     
Namun demikian, Dirjen Listrik dan Pemanfaatan Energi (LPE) Departemen ESDM JPurwono tetap optimistis target pengoperasian tiga pembangkit yang masuk dalam program PLTU 10.000 MW tetap berjalan sesuai jadwalTiga embangkit yang dijadwalkan beroperasi tahun ini adalah PLTU Labuan (2 x 315 MW), PLTU Indaramayu (3x330 MW), dan PLTU Rembang (3x315 MW)"Kalau tiga proyek itu masih akan on schedule (sesuai jadwal, Red)," katanya.

Kontrak Merpati Belum Final
Sementara itu, Sekretaris Kementerian BUMN yang juga Komisaris Utama PT Merpati Nusantara Airlines Said Didu mengatakan, kontrak pembelian pesawat yang ditandatangani manajemen Merpati dengan Xian Aircraft belum final"Kontraknya memang ada, tapi di situ disebutkan bahwa kontrak akan berlaku jika sudah mendapat persetujuan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham, Red)Jadi, karena RUPS belum menyetujui, maka itu belum final," ujarnya kemarin.
   
Meski demikian, Said menolak menjawab saat diklarifikasi apakah kasus Merpati tersebut menjadi penyebab mandegnya pendanaan proyek listrik oleh perbankan Tiongkok"Saya tidak mau (komentar)Itu (domain) pemerintah," katanya.
   
Terkait indikasi manajemen Merpati terlalu berani membuat kontrak pembelian pesawat dalam jumlah besar dan harga tinggi, menurut Said, hal tersebut bukan berarti kesalahan manajemen"Sebab, dalam perjanjian itu disebutkan secara jelas jika kontrak pembelian akan efektif jika sudah mendapat persetujuan RUPSJadi, mereka tidak salah," terangnya.
   
Sebelumnya, saat ditemui di ruang kantornya, Said sempat memperlihatkan draft kontrak pembelian pesawat yang ditandatangani MerpatiDalam draft dengan tebal sekitar 2,5 cm tersebut, Said menunjukkan klausul yang menyebut bahwa kontrak akan efektif jika mendapat persetujuan RUPS"Ini, kalimatnya jelas sekali, subject to," ujarnya.
   
Menurut Said, selain dinilai terlalu mahal, direksi Merpati juga melaporkan bahwa mereka tidak akan sanggup jika harus menanggung utang pembelian 15 pesawatKarena itu, pemerintah meminta kepada Merpati agar melakukan nego ulang harga pesawat, jumlah pesawat yang akan dibeli, dan jaminan atau garansi atas pesawat tersebut"Saat ini mereka sedang berunding, kita tunggu saja," katanya(owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Komisi VII Tunda Penetapan Alpha BBM


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler