Pendapat Ulama soal Sunat Perempuan, Apa Manfaatnya secara Medis? Jangan Kaget

Rabu, 06 Oktober 2021 – 07:27 WIB
Diseminasi Hasil Penelitian mengenai sunat perempuan di Provinsi Lampung dan Provinsi Sulawesi Tenggara. Foto: Humas Kemen PPPA

jpnn.com, JAKARTA - Plt Deputi Bidang Partisipasi Masyarakat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) Indra Gunawan menegaskan pemerintah Indonesia berkomitmen mencegah praktik pemotongan dan perlukaan genital perempuan (P2GP) atau sunat perempuan.

Dikatakan upaya pencegahan praktik sunat perempuan memerlukan sinergi berbagai pihak baik pemerintah, lembaga masyarakat, tokoh masyarakat, tokoh agama, media massa, termasuk generasi muda.

BACA JUGA: Mahkamah Agung Australia Akan Putuskan Kasus Sunat Perempuan

Indra mengatakan komitmen pemerintah diperkuat dengan hadirnya Roadmap dan Rencana Aksi Pencegahan P2GP dengan target hingga 2030 yang telah disusun Kemen PPPA bersama pihak terkait.

“Ruang lingkup upaya pencegahan yang dapat kita lakukan sangatlah luas, hal ini tentunya harus diikuti dengan sinergi berbagai pihak,” ungkap Indra dalam acara Diseminasi Hasil Penelitian P2GP di Provinsi Lampung dan Provinsi Sulawesi Tenggara yang dilaksanakan secara hybrid berpusat di Provinsi Lampung.

Dia mengapresiasi Perempuan DAMAR dan Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia yang telah melaksanakan penelitian untuk mengetahui pandangan masyarakat khususnya generasi muda terkait sunat perempuan di Provinsi Lampung dan Provinsi Sulawesi Tenggara.

Koordinator Pelaksana Forum Aktivis Perempuan Muda Indonesia, Niken Lestari menjelaskan penelitian penelitian P2GP di Provinsi Lampung dan Provinsi Sulawesi Tenggara dilaksanakan untuk menindaklanjuti beberapa penelitian terkait sunat perempuan sebelumnya.

BACA JUGA: Sunat Perempuan di Malaysia Diwajibkan Tapi Tak Diatur Prosedurnya

Penelitian melibatkan kaum muda baik perempuan dan laki-laki yang berperan penting sebagai agen perubahan untuk mendorong peningkatan kapasitas dan pengetahuan kritis teman-teman muda lainnya.

Niken menjelaskan, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan pada 2013, diketahui Provinsi Lampung dan Provinsi Sulawesi Tenggara memiliki prevalensi praktik sunat perempuan yang tinggi, yaitu 60 persen di Provinsi Lampung dan 39 persen di Sulawesi Tenggara.

“Hal inilah yang melatarbelakangi dipilihnya dua provinsi ini sebagai perwakilan wilayah Barat dan Timur Indonesia sebagai tempat pelaksanaan penelitian kami,” terang Niken.

Beberapa rekomendasi yang dihasilkan dari hasil penelitian ini yaitu:

BACA JUGA: Terpidana Kasus Sunat Perempuan Dibebaskan Pengadilan Banding

Pertama, pentingnya konseling dari para tenaga kesehatan kepada keluarga bahwa tidak ada manfaat medis dari sunat perempuan.

Kedua, perlu melibatkan peran ulama laki-laki maupun ulama perempuan dalam mencegah sunat perempuan melalui media mainstream.

Ketiga, melibatkan komunitas perempuan muda dalam menyusun konten tentang sunat perempuan di media sosial.

Keempat, melibatkan generasi muda dalam diskusi kritis tentang praktik sunat perempuan.

Sementara itu, KH. Husein Muhammad menyatakan bahwa negara harus segera membuat regulasi pelarangan praktik membahayakan sunat perempuan.

Ulama pemerhati isu perempuan itu juga mendesak agar regulasi memberi sanksi untuk menghukum siapa saja yang melakukan praktik sunat perempuan.

Kiai Husein juga menuturkan praktik sunat perempuan hanyalah tradisi dalam masyarakat, bukan keputusan agama.

Disebutkan bahwa berdasarkan hasil rekomendasi para ulama sedunia di Kairo, Mesir pada 2006 yang melibatkan para ahli spesialis di bidang masing-masing, menyepakati bahwa sunat perempuan adalah tradisi kuno dan tidak ada dasarnya dalam Al-Qur’an maupun Hadis yang sahih dan valid.

Sunat perempuan juga memiliki hukum bersifat haram jika menimbulkan mudarat (kerugian) berganda atas fisik dan psikologi pada perempuan.

Pendapat senada disampaikan Ketua Ikatan Bidan Indonesia Provinsi Lampung, Mery Destiaty.

Mery mengatakan tingginya angka sunat perempuan di Provinsi Lampung hingga 39 persen sangat dipengaruhi dengan tradisi adat dan pemahaman agama yang diyakini dan dipercaya dalam masyarakat, di mana sunat perempuan dapat memuliakan perempuan.

Padahal, lanjutnya, sunat perempuan secara medis tidak ada manfaatnya. Secara anatomi genitalia maupun fungsi reproduksi antara perempuan dan laki-laki pun sangat berbeda.

“Hal inilah yang belum dipahami seluruh masyarakat,” jelas Mery. (rls/sam/jpnn)


Redaktur & Reporter : Soetomo

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler