jpnn.com - Fenomena hukum dikeluarkannya Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 yang terkait dengan masa jabatan Pimpinan KPK, sebagaimana dimohonkan oleh salah satu Pimpinan KPK menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, terutama di kalangan akademisi.
Banyak pihak menilai bahwa MK telah keluar dari jalur kebiasaannya dan menurunkan citra lembaga MK. Terlebih seperti tidak seiring dengan keinginan para pegiat antikorupsi yang tidak begitu mendukung Pimpinan KPK periode saat ini.
BACA JUGA: Didik Merasa Bingung dengan Putusan MK yang Perpanjang Masa Jabatan Pimpinan KPK
Namun terdapat juga yang melihat bahwa Putusan tersebut adil dan membawa kemanfaatan bagi sebagian kalangan masyarakat yang masih percaya dengan kinerja KPK pada periode ini.
Hal ini tercermin pula dari pengambilan putusan yang tidak bulat, yakni 4 (empat) orang Hakim Konstitusi memberikan pendapat yang berbeda (dissenting opinion).
BACA JUGA: Wayan Sudirta DPR Apresiasi Polri Bekerja Cerdas Mengatur Arus Mudik Lebaran 2023
Akan tetati dalam tulisan ini, saya sebagai Anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum, berpendapat bahwa kita harus tetap menghormati Putusan MK tersebut.
UU telah mengatur bahwa putusan MK adalah final dan kewenangan MK untuk menguji konstitusionalitas sebuah hal yang diatur dalam UU.
BACA JUGA: Wayan Sudirta Apresiasi Kinerja Jaksa Agung Beserta Catatan Evaluatifnya
Saya lebih berfokus pada menakar pertimbangan dan akibat hukum daripada Putusan tersebut.
Pro dan Kontra
Saya melihat bahwa banyak pihak yang menjadi pro dan kontra menanggapi Putusan MK tersebut.
Mereka menguji dari berbagai sisi, seperti landasan filosofis, yuridis, hingga ketatanegaraan.
Kita memang harus mengakui bahwa putusan tersebut merupakan hal yang baru, yakni menguji konstitusionalitas sebuah masa jabatan yang diatur dalam UU.
Hal ini tentu belum pernah ada sebelumnya dan merupakan hal baru bagi masyarakat dan akademisi hukum, terutama dalam hal pengujian terhadap sebuah hal yang selama ini dianggap menjadi open legal policy (kebijakan hukum terbuka) dari kewenangan pembentuk peraturan perundang-undangan. Hal-hal seperti usia, lamanya sanksi pidana, atau masa jabatan.
Dari sisi akademis, putusan MK tersebut tentu memiliki banyak makna, terutama dalam menafsirkan teori-teori hukum, keadilan, independensi, persamaan di muka hukum (non-diskriminatif), hingga kekuasaan pembentukan peraturan perundang-undangan, sebagaimana tercermin dalam pertimbangan hakim.
Dari Putusan tersebut, terlihat bahwa hal mengenai keadilan, persamaan di muka hukum, dan hingga independensi digunakan sebagai batu uji yang bersumber dari nilai-nilai atau asas yang terkandung dalam Konstitusi.
Selanjutnya, saya dalam hal ini tidak ingin berdebat panjang dalam penggunaan teori atau landasan filosofis dari asas keadilan, kepastian hukum, kemanfaatan, atau teori persamaan hukum, dan lainnya.
Namun, saya lebih melihat dari sisi kekuasaan atau kewenangan yang diberikan oleh undang-undang dan kepercayaan masyarakat selanjutnya.
Banyak pihak berpendapat bahwa uji materi UU KPK ini bertujuan untuk melanggengkan kekuasaan atau kewenangan yang ada saat ini. Banyak yang kemudian mendasarkan pada hasil survei kepuasan masyarakat terhadap KPK dan MK itu sendiri.
Namun, ada juga yang berpendapat bahwa hal ini wajar karena masa jabatan Pimpinan sebagaimana diatur dalam UU KPK tidak sama dengan UU yang mengatur kelembagaan atau kewenangan dari lembaga atau komisi independen.
Semua boleh berpendapat, namun hemat saya, semua harus ditelaah dan diteliti secara bijaksana dan tetap pada tujuan mulia, yakni mewujudkan supremasi dan pembangunan hukum untuk memajukan bangsa dan menciptakan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Landasan filosofis UU yakni Pancasila dan landasan konstitusional yang adalah UUD NRI 1945 mengandung banyak makna, prinsip, dan asas-asas.
Apapun alasannya, haruslah didasarkan kembali kepada tujuan murni daripada penegakan hukum dan pembentukan undang-undang itu sendiri.
Saya menilai bahwa disinilah seharusnya batu uji terhadap sebuah kebijakan undang-undang yang dilakukan oleh MK.
Tidak semua ketentuan dapat mengakomodasi seluruh kepentingan, namun tujuan konstitusionalitas dan nilai-nilai kebenaran tetaplah sama.
Oleh sebab itu, saya berpendapat bahwa dengan putusan MK ini, harapan bangsa dan negara tetap dapat terjaga yakni pemberantasan Korupsi yang efektif dan adil, dan tentunya membantu dalam mewujudkan pembangunan nasional, khususnya di bidang hukum dan keamanan.
Saya berharap agar sistem penegakan hukum tetap dapat berjalan sebagaimana mestinya, transparan, akuntabel, profesional, dan sesuai dengan ketentuan undang-undang dan harapan masyarakat.
Saya juga berharap bahwa ke depan kredibilitas MK juga dapat meningkat. Putusan ini harus diakui akan sangat berpengaruh pada citra kepercayaan masyarakat kepada MK.
Hal inilah yang kemudian tentu dapat menjadi pelajaran berharga. Dampak pada citra Pemerintah dan DPR tentu dikhawatirkan bukan lagi sebagai lembaga pemegang kekuasaan tertinggi pembentukan UU karena sering dianulir oleh MK.(***)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari