jpnn.com - ADA beberapa orang yang mengalami irama jantung yang tidak normal. Detak jantungnya bisa terlalu cepat, terlalu lambat atau tidak teratur.
Kondisi ketika detak jantung tidak berdenyut dengan normal inilah yang dinamakan Aritmia. Kondisi aritmia bisa disebabkan karena hipertensi, diabetes, kelainan katup jantung dan penyakit jantung koroner.
BACA JUGA: Baik untuk Jantung, Ini 11 Manfaat Kubis yang Perlu Anda Ketahui
Pada beberapa kasus penyebabnya belum diketahui. Selain kondisi medis, aritmia juga dapat dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat.
Di antaranya tidak bisa mengelola stres dengan baik, kurang tidur, merokok, konsumsi minuman beralkohol atau berkafein secara berlebihan dan penyalahgunaan NAPZA.
BACA JUGA: 5 Khasiat Air Garam, Salah Satunya Baik untuk Jantung
Ketika terjadi aritmia, beberapa orang tidak menyadari kondisi mereka karena gejalanya tidak spesifik.
Namun, pada kasus-kasus yang berat, gangguan aritmia bisa menyebabkan terjadinya stroke, bahkan kematian jantung mendadak.
BACA JUGA: Cegah Penyakit Jantung, Ini 7 Manfaat Ajaib Air Lemon Campur Jus Pepaya
Ada beberapa jenis aritmia yang sering dijumpai, yaitu:
• Fibrilasi atrium (FA), yaitu kondisi ketika jantung berdetak lebih cepat dan tidak teratur.
• Blok nodus sinus atau blok atrioventrikular, yaitu kondisi ketika jantung berdetak lebih lambat.
• Supraventrikular takikardi, yaitu kondisi ketika denyut jantung terlalu cepat dan teratur
• Ventrikel ekstra sistol, yaitu kondisi ketika ada denyutan lain di luar denyut normal
• Ventrikel takikardia/fibrilasi, yaitu kondisi ketika bilik jantung berdenyut sangat cepat bahkan hanya
bergetar.
Dahulu, satu-satunya cara untuk mengatasi aritmia adalah dengan meresepkan obat-obatan. Sayangnya efektivitas obat-obatan untuk pengobatan aritmia tidak terlalu tinggi dan perlu pemantauan yang ketat.
Selain itu, obat-obatan anti aritmia juga sering memiliki efek yang tidak diharapkan dan mempunyai interaksi dengan obat-obatan lainnya.
Pada beberapa dekade terakhir, banyak pasien yang menderita aritmia lebih memilih untuk menjalani tindakan ablasi, karena tingkat keberhasilan yang tinggi dan pasien bisa bebas obat.
Tindakan ini merupakan bentuk intervensi non-bedah dengan menggunakan kateter yang bisa digunakan untuk menghancurkan sirkuit listrik yang tidak normal pada jantung seseorang.
Belum lama ini, di Heartology Cardiovascular Center, dr Sunu Budhi Raharjo, PhD, SpJP(K) melakukan tindakan ablasi 3 dimensi menggunakan HD Grid 3D Mapping system pada seorang pasien laki-laki berusia 70 tahun.
Pasien ini menderita gangguan aritmia Fibrilasi atrium (FA). FA adalah gangguan irama jantung yang paling sering ditemukan di dunia.
Di Indonesia, saat ini, FA diperkirakan diderita oleh lebih dari 2 juta orang (referensi 1). Penderita FA memiliki risiko stroke sampai 5 kali lipat lebih tinggi dibanding pasien yang bukan FA (referensi 2).
Selain itu, tingkat keparahan stroke juga lebih tinggi. Pasien yang dikerjakan dr Sunu ini juga memiliki riwayat stroke berulang.
Sejauh ini obat-obat sudah dikonsumsi maksimal oleh pasien tersebut, tetapi penyakitnya belum teratasi.
"Oleh karena itu, pasien ini perlu dilakukan tindakan kateter ablasi untuk menghilangkan sumber aritmianya," ujar Dokter Sunu.
Fibrilasi Atrium merupakan salah satu jenis aritmia yang kompleks. Sumber aritmia utama berasal dari keempat vena pulmonalis yang berada di atrium/serambi jantung sebelah kiri.
Kompleksitasnya terutama terletak pada banyaknya titik/sumber aritmia yang harus dihilangkan (di-ablasi), sehingga tingkat kekambuhan tindakan ablasi FA berkisar 25-30% setahun pascatindakan.
Teknologi HD Grid 3D Mapping system yang digunakan di Heartology Cardiovascular Center memberikan paradigma baru dalam pemetaan aritmia, termasuk FA.
Paradigma lama menggunakan kateter bipolar, sedangkan HD Grid menggunakan kateter multipolar dan multidirectional, sehingga bisa mendeteksi gap (celah) yang tidak terlihat oleh kateter bipolar.
Selain itu, teknologi pemetaan ini menggabungkan pemetaan magnetik dan impedans secara bersamaan yang memungkinkan tindakan kateter ablasi dilakukan dengan tingkat presisi dan akurasi yang tinggi.
Hal ini dibuktikan dengan bukti klinis yang menunjukkan bahwa penggunaan teknologi ini mampu menurunkan tingkat kekambuhan menjadi hanya sekitar 5-10% setahun pascatindakan (artinya 5-6x lipat
lebih baik dibanding teknologi yang lama) (referensi 3-6).
Hal lain yang juga penting adalah waktu tindakan yang bisa lebih cepat. Dokter Sunu mempelopori dalam penggunaan HD Grid Mapping System ini. Pertama di Indonesia.
Tidak banyak rumah sakit yang memiliki teknologi ini, karena hanya sedikit Dokter Spesialis Jantung yang memiliki sub spesialisasi ini, di samping harga investasi peralatan yang cukup mahal.
Namun, Heartology berkomitmen dalam menyediakan layanan kardiovaskular berbasis teknologi termutakhir (advanced) dan tim dokter berpengalaman untuk memberikan layanan paripurna (uncompromized).
Redaktur & Reporter : Natalia