Terjun langsungnya peneliti Australia dalam upaya mengatasi masalah Tuberculosis (TB)  di Vietnam, merupakan kunci bagi kemajuan penelitian mereka dan juga kemampuan untuk meneliti data dari masa lalu agar bisa memahami apa sebenarnya yang terjadi.

Selama lebih dari dua puluh tahun, tuberculosis (TB) telah dinyatakan sebagai masalah kesehatan publik yang darurat ditangani di dunia global oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) mengingat munculnya strain atau jenis tubercolosis baru yang resisten terhadap berbagai obat - multi-drug resistant tuberculosis (MDR-TB) dan kurangnya penciptaan obat TB yang baru.

BACA JUGA: Lansia dan Difabel Punya Layanan Bus Antar Jemput Gratis di Canberra

Salah satu negara yang tinggi kasus penderita TB-nya adalah Vietnam, yang saat ini menempati posisi ke-12 terbesar kasus TB-nya di dunia. Pemerintah Vietnam memiliki program TB nasional, tapi darurat kasus TB yang resisten terhadap banyak obat merupakan salah satu alasan utama kegagalan program tersebut. Saat ini diperkirakan tingkat kasus kejadian Tb dikalangan warga Vietnam mencapai 144 per 100.000 orang dengan tingkat kematian mencapai 17.000 kematian setiap tahun.

Tahun-tahun belakangan ini, Vietnam menerima pendanaan untuk penelitian mengenai TB dari organisasi riset internasional seperti Insititut Riset Medis Woolcock, lembaga riset ternama disektor pernafasan dan tidur. Tuberculosis – merupakan penyakit menular yang biasanya menyerang pernafasan – merupakan bagian dari agenda riset Woolcock.

BACA JUGA: Iklan UU Narkoba Pemerintah NT Picu Kemarahan Anggota Parlemen

Institut Woolcock telah meneliti masalah Tb di Vietnam sejak tahun 2009. Mereka memiliki kantor perwakilan di Hanoi, ibukota negara Vietnam dan sejumlah kantor lapanga. Selama lebih dari 5 tahun tim Dari Institut Woolcock telah  melakukan proyek riset TB skala bear yang hingga kini masih terus berlangsung demi mendapatkan strain baru TB.


Klinik TB di Ca Mau (Image: supplied)

BACA JUGA: Hotel Didenda $50 Ribu karena Suguhi Miras pada Tamu yang Mabuk Berat

 

"Para peneliti Australia terlibat aktif dalam riset mengenai TB di Vietnam, yang bekerjasama dengan program TB Nasional Pemerintah Vietnam di negaranya".

"Sebagai tambahan, kita juga bekerja dengan rumah sakit dan lembaga lainnya di Vietnam dan melatih orang-orang  mengenai riset kesehatan dan obat,”

Salah satu peneliti Australia yang tinggal di Vietnam adalah Dr Jennifer Ho, seorang pakar mikrobiologi dan Psikolog penyakit menular. Dia saat ini tengah mengambil gelar PHD dan akan tinggal di Vietnam selama melakukan proyek risetnya.

“Ini merupakan kesempatan yang luar biasa bagi saya pribadi, dan merupakan proyek riset yang paling menantang yang pernah saya lakukan, karena saya bisa bekerja dengan lingkungan yang berbeda,” jelasnya.

Dr Ho menyakini kunci untuk bisa bekerja dengan baik dalam konteks kebudayaan seperti Vietnam adalah meluangkan cukup waktu untuk memahami bagaimana semua itu terjadi.

"Saya pernah bekerja di kebudayaan yang lain juga, dan saya kita sangat penting bagi kita untuk untuk mengetahui kebudayaan mereka dan mencari tahu bagaimana pemikiran orang mengenai  lingkungan semacam itu sebelum Anda belajar mengenal cara untuk bekerja bersama mereka. itu pelajaran yang paling saya hargai."

"Begitu juga dengan mempelajari Bahasa Vietnam yang mungkin merupakan salah satu hal terbaik untuk mempelajari kebudayaan suatu masyarakat dan ini akan memungkinkan saya berkomunikasi kepada orang lain dengan lebih baik."

Salah satu aspek dari pengalamannya adalah bagaimana dia dipelakukan sebagai peneliti Australia dengan warisan nenek moyang dan tinggal di pedesaan di Vietnam. 

Lama tinggal di Vietnam telah memberikannya pandangan yang tidak lazim mengenai dunia,

"Nama belakang saya Ho  dan wajah saya mirip sekali orang Vietnam jadi saya diperlakukan seperti orang Vietnam saja. Saya tidak pernah diperlakukan sebagai orang asing.

Komunikasi Antar Budaya

Sementara Dr Greg Fox merupakan peneliti Australia lainnya yang kini menetap di Vietnam. Dia merupakan psikolog yang riset PHDnya difokuskan pada faktor genetika TB di Vietnam. Seperti juga Dr Ho, Dr Fox juga meluangkan banyak waktunya untuk mempelajari bahasa Vietnamese lagi.

 


Dr Greg Fox di Vietnam (Image: supplied)

"Saya kira fungsi dari bahasa terkait pertukaran kebudayaan memiliki sejumlah tingkatan. Sebagai orang kaukasia Australia berbicara dengan bahasa Vietnam pertama bisa menepis kebutuhan menggunakan jasa penterjemah dan itu sangat membantu untuk bisa terlibat langsung dengan warga dan juga bisa bekerjasama.”

"Kedua, bahasa juga dapat memperluas komunikasi Anda,  namun, kecuali anda adalah penutur Bahasa Vietnam maka pasti akan mengalami keterbatasan. Tapi intinya adalah semakin banyak kita menguasai bahasa maka akan semakin luas  kemampuan Anda untuk melakukan pekerjaan anda dan memiliki ikatan yang bermakna."

"Sejumlah rekan dalam penelitian ini mereka juga bisa berbahasa Inggris dengan fasih dan kami berembuk dan memutuskan untuk tetap menggunakan bahasa Vietnam. Saya kira keterikatan yang saling memberikan manfaat semacam itu merupakakn symbol dari cara kita berusaha dan melakukan riset dengan baik," kata Dr Fox.

Karena dengan caranya meleburkan diri di Vietnam ketika melakukan riset, Dr Fox akhirnya dapat menghargai betapa sulitnya upaya untuk melihat data lama yang dapat membantu memahami apa sebenarnya yang terjadi.

"Ketika kamu berhadapan dengan riset maka Anda harus melakukan riset itu dalam sebuah sistem, dan agar dapat memahami sistem itu sendiri merupakan masalah yang jauh lebih kompleks. Karena bahkan orang yang terlibat didalam sistem itu sekalipun belum tentu memahami bagaimana cara kerja sistem tersebut. 

Jadi ini merupakan proses penemuan yang saling menguntungkan dengan para mitra kami dan kami sekarang bisa melakukan riset-riset lainnya dan semakin khusus intervensi yang dilakukan karena kami mampu memahami sistem mereka dengan lebih baik.

Tahun lalu, Dr Fox dianugerahkan jaminan pendanaan sebesar $A 3.23 juta dari Dewan Riset Medis dan Kesehatan Nasional Australia untuk melakukan riset uji coba baru yang menyasar MDR-TB di Vietnam.

Uji coba ini akan segera dimulai dan akan dilaksanakan di klinik yang tersebar di 150 kabupaten di  sepuluh provinsi di seluruh Vietnam. Penelitian ini akan berlanjut sampai setidaknya tahun 2020 dan didasarkan pada pekerjaan tim peneliti sebelumnya dengan para peneliti Vietnam dan kolaborator.


Para peneliti Australia dan Vietnam berkumpul di Woolcock Institute of Medical Research (Image: supplied)

 

"Saya benar-benar menikmati kesempatan yang disediakan oleh warga Vietnam untuk bekerja bersama mereka dan belajar dari mereka untuk mengatasi masalah kesehatan yang sangat penting. Penting juga mengingatkan diri sendiri mengenai keterbatasan kita dan belajar bagaimana menjelaskan sesuatu kepada orang lain."

"Mitra kami di Vietnam memiliki kapasitas yang luar biasa utnuk melakukan banyak hal. Mereka saat ini tengah membangun jaringan riset yang disebut VICTORY [Vietnam Integrated Center for TB and Respiratory Disease Research] dan ini akan menjadi jaringan kolaborasi yang dipimpin warha Vietnam,” kata Dr Fox.

"Saya kira itu akan menjadi sangat menyenangkan melihat mereka juga ingin memimpin agenda riset sehingga kira bisa saling bermitra dan mendengarkan apa yang mereka inginkan,” katanya.

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Queensland Kirim Anjing Latih Untuk Bantu Tunanetra di Jepang

Berita Terkait