jpnn.com, JAKARTA - Peneliti dari Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Susilawati mengatakan program berskala nasional, yakni Food Estate dapat bermanfaat untuk menjaga ketahanan pangan baik tingkat regional, nasional, hingga internasional.
"Lahan kita itu sangat luas dan potensial, pilihan Kalimantan Tengah sebagai salah satu tempat untuk Food Estate sudah tepat," kata Susilawati, kepada media, Rabu (1/2).
BACA JUGA: Disebut Gagal, Petani Food Estate Hortikultura di Humbahas Merespons Begini, Keras
Menurutnya, untuk memenuhi ketahanan pangan, diperlukan berbagai penyesuaian, seperti seberapa besar jumlah kebutuhan pangan yang hendak dipenuhi.
"Karena untuk ketahanan pangan kita itu berhitung berapakah kebutuhan sesuai dengan jumlah penduduk, kemudian adakah lahan lain di Indonesia yang bisa memenuhi kebutuhan itu kalau bukan ke lahan rawa," ungkapnya.
BACA JUGA: Bamsoet: Menyukseskan Food Estate Tanggung Jawab Bersama, Bukan Hanya Kementan
Namun, untuk memenuhi kebutuhan itu lahan rawa yang luas di Kalimantan Tengah memang layak untuk dijadikan tempat lumbung pangan nasional.
Susilawati menyebutkan untuk menyiapkan lahan rawa menjadi subur yang produktif bukan merupakan hal yang mudah, perlu adanya persiapan yang baik dan panjang.
BACA JUGA: Proyek Food Estate di Kalteng Terancam Gagal? Moeldoko Berkata Begini
"Pertama, lahan rawa mungkin dalam konteks persiapan tidak semudah membalik telapak tangan untuk membuatnya produktif, ada persiapan-persiapan yang kita harus lakukan yang kemudian ini menjadi bagian dari investasi kita, jelasnya.
Dia menegaskan pengelolaan food estate selama tiga tahun tidaklah mudah, apalagi perbandingannya ialah lahan rawa di Kalimantan Tengah dikaitkan dengan lahan yang memang sudah bagus atau optimal seperti di Pulau Jawa.
"Kalau di lahan rawa tidak bisa kita samakan, tetapi progressnya tentu ada. Untuk produksi yang optimal di lahan yang baru dibuat tentu butuh waktu yang panjang atau tidak semudah membalik telapak tangan," tegas Susilawati.
Pengelolaan Rawa
Menurut sumber indoagropedia.pertanian.go.id, lanjut Susilawati, berdasarkan penyebab genangannya, lahan rawa dibagi menjadi tiga, yaitu rawa pasang surut, rawa lebak, dan rawa lebak peralihan.
"Terdapat beberapa jenis rawa, kebetulan yang kita garap di Food Estate ini didominasi oleh jenis lahan rawa pasang surut," katanya.
Lahan rawa pasang surut itu, lanjut Susilawati, sangat dipengaruhi oleh pasang surutnya air laut. Ada tipe luapan A, tipe luapan B, tipe luapan C dan tipe luapan D.
Menurutnya, untuk menyimpulkan apakah mudah atau tidaknya sebuah lahan rawa itu untuk pertanian, maka harus dilihat terlebih dahulu situasi luapan tadi.
"Petani lokal di kawasan food estate rata-rata sudah terbiasa mengelola lahan tersebut, terutama lahan tipe A dan tipe B yang dipengaruhi pasang surutnya air, terutama tipe B yang paling banyak dimanfaatkan untuk usaha tani padi," katanya.
Di tipe A atau B saat ini, sambung Susi, petani sudah mampu untuk mengahasilkan dua kali panen dalam setahun, tentunya dengan dibantu oleh sistem pengelolaan tata air. Manajemen air di dalam pertanian lahan rawa sangat penting, oleh karenanya, petani tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada bantuan dari pemerintah.
"Sedangkan tipe C atau D baru banyak dimanfaatkan petani untuk tegalan, untuk berkebun, jadi di sini banyak kita temukan kebun karet, kebun buah-buahan," jelasnya.
Terkait manajemen air di lahan rawa, lanjut Susi, peran pemerintah sangat penting dalam menyelesaikan persoalan lahan rawa tersebut.
"Jadi, bantuan manajemen air berhubungan dengan irigasi atau tata air. Tata air makro, tata air mikro itu perlu," tambahnya.
Di level petani, kata Susilawati, pengelolaan tata air mikro dari kemalir, serta saluran tersier harus terkelola dengan baik, artinya ini soal pengelolaan air masuk dan keluar.
Susilawati menyebut di program Food Estate terdapat banyak pintu air yang dibuat dan diperbaiki. Saluran air yang selama ini tidak terpelihara pun saat ini bisa berfungsi kembali.
"Food Estate membantu secara keseluruhan bukan hanya persoalan membuka lahan dan benih tetapi juga sistem tata air mikro dan makronya," tegas Susilawati.(mcr10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Elvi Robiatul