Penembak Misterius di Kerusuhan 21-22 Mei dari Kalangan Profesional, Kapan Ditangkap?

Selasa, 29 Oktober 2019 – 13:05 WIB
Massa Aksi 22 Mei 2019 membakar bus milik Polri. Foto: Dery Ridwansah/JawaPos.com

jpnn.com, JAKARTA - Tim Pencari Fakta Komnas HAM menyimpulkan, aksi massa yang berujung pada kekerasan pada 21-23 Mei 2019 telah menjadi noda dalam pertumbuhan demokrasi di Indonesia.

Pasalnya, ada cara-cara kekerasan dan pemaksaan kehendak dipakai untuk menyikapi hasil Pemilu yang sah.

BACA JUGA: 5 Terdakwa Kasus Unjuk Rasa Rusuh 21-22 Mei tak Ajukan Eksepsi

TPF menyimpulkan, kekerasan yang terjadi dalam peristiwa 21-23 Mei adalah kelanjutan dari sikap yang menolak hasil Pilpres yang telah diumumkan oleh KPU.

Peristiwa tersebut mengakibatkan sepuluh warga sipil meninggal dunia, dengan rincian sembilan orang tewas karena peluru tajam dan satu orang karena benda tumpul.

BACA JUGA: Yakinlah, Tim Bentukan Kapolri Mampu Ungkap Penembak Mahasiswa Kendari

"Jatuhnya korban meninggal akibat luka tembak dengan peluru tajam yang tersebar di sembilan titik lokasi yang berjarak cukup jauh dalam waktu yang hampir bersamaan, menunjukan pelaku terlatih dan profesional menggunakan senjata api. Hal itu juga menunjukan pelakunya tidak satu orang," ujar Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, di Jakarta, Senin (28/10).

Komnas HAM juga menyimpulkan, empat dari sepuluh orang yang meninggal dunia, adalah anak-anak, sehingga patut diduga ada upaya menjadikan anak-anak sebagai korban dan sasaran kekerasan untuk memancing emosi massa.

BACA JUGA: Polisi Buru Pria Misterius Penembak ABG saat Rusuh 21-22 Mei

"Polri berkewajiban menemukan dan menuntaskan penyelidikan dan penyidikan atas peristiwa jatuhya sepuluh orang korban jiwa tersebut, khususnya untuk menemukan dan memproses secara hukum para pelaku lapangan dan pelaku intelektualnya," ucap Beka.

Komnas HAM khawatir, jika polisi gagal mengungkap peristiwa penembakan yang memakan korban jiwa ini, publik akan terus terancam karena adanya penembak misterius yang terus berkeliaran di tengah masyarakat.

Membiarkan pembunuhan terjadi tanpa melakukan upaya hukum terhadap pelaku adalah pelanggaran HAM yang serius, karena membiarkan perampasan atas hak hidup terjadi.

Komnas HAM juga meminta Polri menindaklanjuti pelaku penembakan terhadap HR (15) di Jalan Kemanggisan Utama, Jakarta Barat yang telah teridentifikasi ciri-cirinya.

Polisi diminta tindaklanjuti dengan langkah penyelidikan dan penyidikan yang profesional, transparan, dan efektif agar informasi atas.

"Terhadap korban RS (15) di Pontianak, Kalbar, yang diduga tewas karena tertembak, penyidik telah memiliki petunjuk berupa pistol rakitan jenis revolver dan rekaman CCTV ketika korban dibawa ke rumah sakit. Bukti petunjuk ini harus segera ditindaklanjuti agar titik terang terhadap pelaku dan pihak lain, bisa segera diperoleh," pungkas Beka.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler