jpnn.com - jpnn.com - Pengurusan izin peralihan hak (IPH) di BP Batam belakangan ini tersendat.
Hal itu ternyata sangat berimbas pada penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) Pemko Batam.
BACA JUGA: Lihat, Puluhan Warga Hadang Truk Pengangkut Tanah
Hingga akhir Fabruari lalu, realisasi penerimaan baru mencapi 6,52 persen dari 16 persen yang ditargetkan.
"Baru tercapai Rp 22,3 miliar atau 6,52 persen dari target BPHTB tahun ini sebesar Rp 342 miliar," kata Sekretaris Daerah Kota Batam, Jefridin, di Kantor Wali Kota Batam, Rabu (8/3) siang.
BACA JUGA: Jadi Kurir Narkoba, Oknum Honorer Satpol PP Ditangkap
Jefridin mengatakan, realisasi penerimaan BPHTB hingga akhir Februari seharusnya sudah tembus angka 16 persen. Sebab Pemko Batam menargetkan penerimaan sebesar 8 persen per bulan.
"Target angka ini dari 100 persen dibagi 12 bulan," ujarnya kepada Batam Pos (Jawa Pos Group), Rabu (8/3).
BACA JUGA: Calo Marak, Beginilah Respons Kepala Imigrasi Batam
Dia mengakui, seretnya penerimaan BPHTB ini dikarenakan proses pengurusan IPH di BP Batam yang terganggu sejak pertengahan tahun lalu. Kondisi ini mempengaruhi transaksi jual beli properti di Batam dan otomatis berimbas pada penerimaan BPHTB untuk Pemko Batam.
"BPHTB ini ada kalau ada transaksi itu, kalau tak ada (transaksi) ya tidak ada BPHTB," ucapnya.
Dia mengatakan kondisi ini jauh berbeda jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya. "Dulu normal-normal saja, sekitar 16 persen itu. (Tahun) ini terjun payung," katanya.
Bahkan pada Januari lalu, realisasi penerimaan BPHTB hanya sebesar 1,48 persen. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut, Sekda khawatir akan mengganggu pendapatan asli daerah (PAD) Kota Batam yang ditarget sebesar Rp 1,1 triliun pada tahun ini.
Seperti diberitakan sebelumnya, Pemko Batam berencana menyederhanakan perizinan di Batam yang selama ini dianggap menghambat laju pembangunan.
Sebab ada sejumlah perizinan menjadi kewenangan Badan Pengusahaan (BP) Batam. Sehingga dalam prosesnya kerap terjadi ketidaksinkronan.
Di antara perizinan yang akan disederhanakan adalah Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pemko menginginkan IMB tidak perlu lagi menyertakan fatwa planologi dari BP Batam.
Sebab proses pengurusan fatwa planologi BP Batam dinilai lamban. Bahkan penerbitan fatwa planologi di BP Batam terhenti pada Juli hingga Desember tahun lalu. Sebagai gantinya, Pemko Batam akan menggunakan dokumen Keterangan Rencana Kota (KRK).
Menanggapi hal ini, BP Batam mengaku akan tetap mengeluarkan dokumen fatwa planologi. Alasannya, Batam berbeda dengan wilayah lainnya di Indonesia karena berstatus lahan milik negara sehingga diwajibkan mengeluarkan dokumen fatwa sebagai syarat untuk mendapatkan dokumen IMB.
"Ya di wilayah Free Trade Zone (FTZ) kan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) dipegang BP Batam. Jadi sesuai peraturan ya memakai dokumen fatwa planologi. Kalau di Belakangpadang yang bukan FTZ baru bisa pakai KRK," ungkap Direktur Promosi dan Humas BP Batam, Purnomo Andiantono, Rabu (8/3).
Andi menjelaskan selama peraturan untuk mencabut dokumen fatwa belum terbit, maka BP Batam tetap akan mengeluarkannya sesuai dengan landasan peraturan yang ada.
"Setiap mau merubah kebijakan ya mesti ada dasarnya, bisa Surat Keputusan (SK), Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Menteri (Permen), Peraturan Pemerintah (PP) dan lain-lain tergantung levelnya. Tidak bisa merubah kebijakan cuma dengan notulis rapat," katanya lagi.
Menurut Andi, dokumen fatwa planologi sangat penting karena di dalamnya sudah disertakan mengenai desain umum dari sebuah pembangunan sehingga jika metode pembangunannya dianggap salah, maka dokumen fatwa tak akan dikeluarkan.
Dalam dokumen fatwa memang diatur mengenai segala kebutuhan yang diperlukan untuk membentuk tata kelola ruangan yang baik. Dokumen ini memaparkan rencana utama pembangunan, site plan, grading plan, rencana saluran air, rencana listrik, dan rencana penghijauan.
Tujuannya adalah untuk menghindari tata kelola ruangan menjadi kacau. Contohnya pengaturan koneksi drainase sehingga ada sinkronisasi antara drainase pengembang dan pemerintah.
"Kalaupun ada dokumen fatwanya yang belum keluar, berarti persyaratan yang diminta belum lengkap," katanya.
Di tempat yang berbeda, Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Real Estate Indonesia (REI) Batam, Achyar Arfan mengatakan sejak mandeknya penerbitan dokumen fatwa planologi mulai Juli hingga Desember lalu berimbas pada berkurangnya penghasilan asli daerah (PAD) Batam BPHTB.
Saat fatwa planologi tidak keluar, IMB tidak bisa terbit, developer tidak bisa membangun, otomatis dana BPHTB dan retribusi lainnya juga terhenti. "Jelas mengganggu pembangunan dan pendapatan Pemko Batam," jelasnya.
Tak ingin pendapatan dan pembangunan terganggu, Pemko Batam bersama REI dan Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) sudah beberapa kali bertemu membahas penggunaan KRK sebagai pengganti fatwa planologi untuk memudahkan penerbitan IMB. Baik secara keseluruhan maupun sebagian.
KRK diyakini bisa menggantikan fatwa planologi karena kewenangan teknis yang tertera di fatwa, juga dimuat di KRK. Bedanya, fatwa dikeluarkan oleh BP Batam, sementara kewenangan mengeluarkan KRK ada di Pemko Batam melalui Dinas Tata Kota. (cr13/leo)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Mau Dapat Antrean Paling Cepat, Bayar Dulu Rp 200 Ribu
Redaktur & Reporter : Budi