Pengadilan di negara bagian Queensland menetapkan mantan senator Australia Fraser Anning terbukti melanggar UU Anti Diskriminasi karena menghina umat Islam.
Anning diperintahkan untuk menghapus 141 konten dari internet yang sebagian besar dia unggah di Twitter dan Facebook saat menjadi senator antara tahun 2017 hingga Juli 2019.
BACA JUGA: Akhir Sebuah Era, Perusahaan Australia Akhirnya Gratiskan Semua Panggilan dari Telepon Umum
Konten ini mencakup meme, tautan wawancara, pernyataan untuk melarang Islam di Australia, dan kritik terhadap pelatihan olahraga untuk generasi muda Islam yang digelar AFL, organisasi bola khas Australia, Footy.
Pengadilan juga memerintahkan Anning menghapus siaran pers yang dikeluarkan saat terjadi serangan teror terhadap jamaah masjid di Selandia Baru.
BACA JUGA: Habisi Australia, Amerika Serikat Tantang Serbia di Semifinal Olimpiade Tokyo
Dalam pernyataan ini Anning justru menyalahkan pendatang Muslim ke negara-negara barat sebagai pemicu insiden.
Senat Australia saat itu mengeluarkan pernyataan resmi yang mengecam siaran pers dari Anning.
Pekan ini, Pengadilan Sipil dan Administratif Queensland (QCAT) menetapkan Anning telah melanggar UU negara bagian yang melarang hasutan kebencian, penghinaan serius, atau ejekan berat atas dasar agama. 'Menyembuhkan luka'
Gugatan terhadap Anning diajukan oleh organisasi hak-hak sipil Jaringan Advokasi Muslim Australia (AMAN) serta Dewan Islam Queensland.
Dalam gugatannya, mereka melampirkan satu postingan dari akun Facebook Anning yang memicu 8.000 interaksi dan menjangkau 315.000 akun lainnya.
Mereka juga melampirkan komentar-komentar yang dilontarkan follower FB Anning yang bernada menghasut untuk melakukan kekerasan terhadap orang Islam di Australia.
Rita Jabri-Markwell dari AMAN mengatakan termotivasi mengajukan gugatan hukum setelah adanya pernyataan Anning atas pembunuhan di Christchurch.
"Kami sedang merasa putus asa, lantas melihat media sosial, dan menemukan pernyataannya yang begitu kejam," katanya.
"Pernyataan itu membuat Anda merasa tidak berharga, seperti bukan bagian dari Australia," kata Rita.
Dia menambahkan, keputusan pengadilan pekan ini akan "menyebuhkan luka" dan mengirim pesan kepada politisi untuk tidak menggunakan komunitas mana pun sebagai sasaran serangan.
"Politisi sering berpikir mereka memiliki kebebasan untuk mengatakan apa yang mereka inginkan," katanya.
"Itu bisa membuat orang lain berani menyerang warga dari latar belakang migran di jalanan, menyerang mereka secara online," ujar Rita.
Sementara juru bicara Dewan Islam Queensland, Ali Kadri, mengatakan, anak-anak di sekolah melihat konten online yang menyerang agama mereka setiap hari.
"Ada iklim ketakutan yang tercipta setelah peristiwa Christchurch," katanya.
"Ancaman itu selalu membayangi pikiran kami," tambah Ali, yang juga direktur Islamic College of Brisbane.
Polisi telah mengunjungi sekolah tersebut untuk memastikan adanya strategi dalam menghadapi situasi serangan dari penembak aktif.
Pada saat kunjungan polisi itu, salah seorang siswa, Danya Mustafa (14 tahun), mengaku tak asing lagi dengan konten yang menyakitkan.
"Saya melihat banyak hal secara online dan terkadang menyakitkan," kata Danya.
"Tapi kurasa memang begitulah dunia ini. Saya selalu mencoba untuk mengabaikannya atau membagikannya dengan tujuan mendidik follower saya," katanya. Kebebasan berbicara yang 'tidak mutlak'
AMAN telah mendesak Facebook dan Twitter untuk menghapus akun yang terkait dengan mantan senator Fraser Anning.
Menurut Rita Jabri-Markwell, konten yang terbukti melanggar UU tersebut telah dilaporkan ke Facebook dan Twitter.
Namun sebagian besar konten tersebut belum dihapus.
Juru bicara Facebook yang dihubungi ABC mengatakan pihaknya tidak mengizinkan ujaran kebencian dan telah berinvestasi dalam teknologi kecerdasan buatan untuk mendeteksinya sebelum dilaporkan.
Baik Facebook maupun Twitter tidak diperintahkan oleh pengadilan di Queensland untuk menghapus materi apa pun.
Ketika ditanya oleh ABC apakah mereka akan melakukannya secara sukarela, Facebook dan Twitter tidak berjanji melakukannya jika Anning atau adminnya tak melaksanakan perintah mengadilan.
Menurut Dekan Fakultas Ilmu Politik Universitas Queensland, Profesor Katharine Gelber, sepanjang pengetahuannya keputusan pengadilan ini adalah satu-satunya yang memvonis pernyataan politisi saat menjabat karena melanggar UU penghinaan.
"Keputusan ini sangat signifikan. Kita biasanya membiarkan politisi berbicara sebebasnya," kata Profesor Katharine.
Vonis ini, katanya, menunjukkan bahwa politisi tidak otomatis dikecualikan dalam UU penghinaan, tetapi dia menepis hal ini akan mengancam kebebasan berbicara.
"Kebebasan berbicara tidak mutlak dan QCAT, seperti pengadilan lainnya di Australia, mengatakan kita dapat berbicara dengan cara yang tidak merugikan orang lain," katanya. Dulu senator, kini bangkrut
Fraser Anning tidak melakukan pembelaan dan juga tidak pernah menghadiri persidangan kasus ini.
ABC telah berupaya menghubunginya namun tak berhasil.
Sebelumnya telah dilaporkan bahwa dia sekarang tinggal di Amerika Serikat.
Anning terpilih menjadi senator dari partai One Nation pimpinan Pauline Hanson, menggantikan Malcolm Roberts yang memiliki kewarganegaraan ganda pada tahun 2017.
Anning dengan cepat membelot dari partai dan menjadi senator independen sebelum bergabung dengan Partai Australia pimpinan Katter. Belakangan, dia juga diusir dari partai ini pada Oktober 2018.
Anning kemudian mendirikan partainya sendiri, Partai Nasional Konservatif Fraser Anning, tapi gagal dalam Pemilu 2019.
Partai ini juga telah dicabut keanggotaannya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada September 2020.
Pada bulan Maret 2019, Anning menjadi berita utama ketika seorang remaja Will Connolly memecahkan telur di kepalanya dalam sebuah acara di Melbourne, sehari setelah serangan Christchurch.
Menurut catatan keuangan publik, Anning telah dinyatakan bangkrut pada Maret 2020.
Dia memiliki kesempatan untuk mengajukan banding atas keputusan pelanggaran UU penghinaan ini.
Namun jika dia tidak mengajukan banding, pengadilan menetapkan seluruh konten tersebut harus dihapus sebelum 27 Agustus.
Bila Anning tak melakukannya, maka hal itu akan dipandang sebagai bentuk penghinaan terhadap pengadilan.
Para penggugat juga dapat mengajukan gugatan baru yang akan memaksa Facebook dan Twitter untuk menghapus postingan kebencian dari akun Fraser Anning.
Diproduksi oleh Farid M. Ibrahim dari artikel ABC News.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Sejumlah Inisiatif Membantu Atasi Pandemi COVID-19 Bermunculan di Indonesia