jpnn.com, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Nasional HAM Ifdhal Kasim mengatakan, dugaan kesalahan penerapan hukum acara oleh hakim di tingkat pengadilan negeri (PN) dapat diperkarakan ke tingkat selanjutnya.
Nantinya, pengadilan tinggi akan memeriksa dugaan kesalahan pelaksanaan hukum acara tersebut.
BACA JUGA: DPR Tak Tebang Pilih Sikapi Aduan Masyarakat
"Pengadilan tinggi akan memeriksa di mana pelanggaran hukum acaranya. Apakah hakim membaca atau tidak perkara gugatan, apakah cermat atau tidak memeriksa bukti," ujar Ifdhal.
Dengan begitu, ucap Ifdhal, dugaan kejanggalan persidangan oleh majelis hakim di tingkat PN masih dapat dikoreksi di tingkat peradilan atasnya.
BACA JUGA: Anggap Sidang Janggal, Yayasan BPSMKJB Bisa Lapor ke KY
Menurut Ifdhal, perilaku hakim dalam persidangan diawasi serta terikat oleh standadisasi etika.
Kode etik itu, ujar Ifdhal, dirumuskan oleh asosiasi hakim dan patut dipatuhi.
BACA JUGA: Kuasa Hukum Yayasan BPSMKJB Anggap Sidang Janggal
"Artinya, hakim harus tunduk kepada hukum acara perkara dalam persidangan," tambah Ifdhal.
Ifdhal menyarankan pihak bersengketa yang merasa dirugikan dalam dugaan kejanggalan persidangan akibat perilaku hakim mengadu ke Komisi Yudisial (KY).
"Dugaan adanya permainan dalam persidangan, tidak profesionalnya hakim, menjadi wilayah yang diteliti oleh KY," ucap Ifdhal.
Mengenai masih banyaknya perilaku hakim yang melenceng sehingga menimbulkan kejanggalan persidangan, Ifdhal menilai hal itu merupakan tanggung jawab Mahkamah Agung (MA).
"MA itu bertugas melakukan pembinaan, menjaga integritas, dan kapasitas hakim," ujar mantan Direktur Eksekutif Elsam.
Belum lama ini telah berlangsung perkara gugatan aset nasionalisasi SMAK Dago di PN Bandung.
Namun, Yayasan Badan Pendidikan Sekolah Menengah Kristen Jawa Barat (YBPSMKJB) sebagai pengelola SMAK Dago menduga ada kejanggalan dalam persidangan.
Kuasa Hukum YBPSMKJB Benny Wullur mengungkapkan rasa herannya karena majelis hakim PN Bandung tidak pernah mengabulkan permintaan pihaknya untuk melihat surat kuasa dari Perkumpulan Lyceum Kristen (PLK).
"Kemudian, setelah dilakukan inzage (permohonan melihat) ke PN Bandung, ternyata yang menandatangani surat kuasa bukan orang yang berhak karena namanya tidak tercantum dalam Akta Notaris Nomor 3 tanggal 18 November 2005," ujar Benny. (jos/jpnn)
Redaktur : Tim Redaksi