JAKARTA--Selain dipusingkan dengan masalah sinkronisasi dengan sejumlah RUU terkait, Pansus DPR yang membahas RUU pengadilan tipikor juga dipusingkan dengan hal-hal teknis yang terkait dengan materi RUU tersebutAntara lain, menyangkut status hakim ad hoc
BACA JUGA: RUU Tipikor Hadang RUU Pengadilan Tipikor
Apakah hakim ad hoc itu nantinya digaji atau cukup diberi honor setiap menangani kasus“Kalau digaji, negara yang rugi karena bisa saja hanya sedikit kasus yang akan ditangani
BACA JUGA: DPD Usul Pembentukan Kementrian Perbatasan
Sementara, jumlah hakim ad hoc akan mencapai ribuan karena nantinya setiap pengadilan negeri di tingkat kabupaten/kota juga membawahi pengadilan tipikorHal lain yang bakal menjadi topik pembahasan krusial menyangkut kedudukan pengadilan tipikor
BACA JUGA: Paripurna DPD Tolak Hasil Pansus Ambalat
Kalau di seluruh kabupaten/kota yang saat ini jumlahnya mencapai 451 harus ada pengadilan tipikor, maka perlu dilakukan rekrutmen hakim ad hoc secara besar-besaranPansus pesimis pemerintah bisa melakukan hal itu, karena toh sampai sekarang pengadilan HAM juga belum ada di tingkat kabupaten/kota, sebagaimana diamanatkan UUSementara, kalau kedudukan pengadilan tipikor cukup berada di tingkat provinsi, maka ada persoalan teknis yang akan munculKalau locus delicty kasus korupsi di tingat kabupaten/kota, maaka jaksa dan saksi harus mondar-mandir ke ibukota provinsi dan itu memerlukan biaya besar"Kita harus membayangkan wilayah geografis Papua atau Kalimantan misalnyaIni perlu ongkos besar," ujar Dewi, anggotaa Komisi III DPR dari Partai Golkar itu.
Saat didesak, apa opsi terbaik menyangkut kedudukan pengadilan tipikor ini, Demi mengatakan, kemungkinan besar untuk tahap awal cukup di sejumlah provinsi yang mewakili msing-masing region di IndonesiaJadi, belum ada di semua provinsisecara bertahap, nanti ada di setiap provinsi, yang dilanjutkan ada di setiap kabupaten/kota(sam/JPNN)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dukung KPK, Mahasiswa Cap Jempol Darah
Redaktur : Tim Redaksi