jpnn.com - JAKARTA – Pengajar pada Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) Jakarta, Umar Husin menyatakan publik mestinya bisa membedakan mana perkara pidana dengan perkara etik dalam kasus dugaan pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla terkait perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia (PTFI) yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto.
“Dugaan pelanggaran etik, itu berbeda dengan unsur pidana. Diduga melanggar etik, itu menjadi urusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Jadi jangan masalah ketidakpantasan dijadikan dasar hukum,” kata Umar Husin, di Jakarta, Sabtu (12/12).
BACA JUGA: Menaker Terjunkan Tim Selidiki Kecelakaan di Proyek Podomoro dan Gedung Arcadia
Kalau akan mempertanyakan dugaan pelangaran pidana oleh Setya Novanto, Husin menyarankan kepada penegak hukum agar berhati-hati. Jangan sampai mencampur-adukan keduanya.
“Saya tidak bela siapa-siapa, salah Setya Novanto dimana? Minta saham misalnya, kalau tidak dikasih sahamnya, lalu dimana pelanggaran hukumnya? Kecuali merampas saham itu baru ada unsur pidananya,” ujar Umar Husin.(fas/jpnn)
BACA JUGA: Menteri Luhut Kumpul Bareng Alumni Akabri 1970, Ada Apa Nih
BACA JUGA: Fahri Hamzah Kok Bicara Air Keruh dan Anti-ribut, Ada Apa?
BACA ARTIKEL LAINNYA... Insya Allah, Pemerintah Menyatu dengan Guru
Redaktur : Tim Redaksi